Selamat Datang Para Alumni SMU P@nbat T.A - 03 and Visitor....
Selamat Menikmati seluruh fasilitas yang tersedia di blogger ini..
Menu Blog
myspace layouts

myspace comments

Monday 12 January 2009

Sudah Penuhkah Gelas ITU

Pada suatu hari, seorang dosen hendak bertanya pada murid-muridnya. Ia membawa sebuah gelas besar sebagai alat peraga untuk membantunya menyampaikan maksudnya. Dosen itu kemudian mengisi gelas besar itu dengan batu-batu yang agak besar, sehingga mencapai tinggi mulut gelas tersebut. Bertanyalah ia pada murid-muridnya, “Sudah penuhkah gelas saya?” “Sudah!” jawab murid-muridnya lantang.


Tetapi kemudian, ia mengambil batu-batu kerikil yang kecil, dan kembali ia tuangkan ke dalam gelas tadi. Batu-batu kerikil itu mengisi rongga-rongga yang dibuat oleh batu-batu besar tersebut. Sekali lagi dosen itu bertanya pada murid-muridnya,”Sudah penuhkah gelas saya?” Sekali lagi, murid-murid tersebut menjawab, ”Sudah penuh!”

Kemudian dosen tersebut menjawab dengan perlahan-lahan mengisikan pasir ke dalam gelas tersebut, dan pasir tersebut mengisi rongga-rongga yang masih ditinggalkan oleh batu besar dan kerikil. Sehingga terlihat lebih penuhlah gelas tersebut. Sekali lagi ia bertanya, ”Sudah penuhkah gelas saya?” Murid-murid hanya bisa tertegun kaget, tidak menyangka gelas tersebut akan diisikan oleh pasir. Lagi-lagi mereka menjawab dengan penuh keyakinan, ”Sudah! Kali ini pasti sudah penuh.”

Kemudian, si dosen mengambil segelas air, dan menuangkannya ke dalam gelas yang telah berisi batu besar, kerikil, dan pasir. Air mengalir perlahan, mengisi kekosongan yang ditinggalkan bahkan oleh pasir sekalipun. Tertegunlah murid-murid, rupanya gelas baru penuh setelah diisikan air.

Dahulukan Batu Besar
”Gelas ini adalah hidup kita,” kata si dosen menjelaskan. ”Batu-batu besar tersebut, adalah hal-hal yang kita anggap paling penting dalam hidup kita ini. Batu-batu ini akan memerlukan perhatian ekstra, prioritas ekstra, dan tenaga ekstra. Maka kita harus mendahulukan batu-batu besar tersebut dalam hidup kita ini,” sambung si dosen. ”Jikalau kita meletakkan batu kerikil atau pasir terlebih dahulu dalam gelas kita, maka tidak akan ada tempat yang tersisa dalam gelas ini, dan selamanya batu besar itu akan berada di luar gelas(hidup) kita ini,” katanya lagi.

Apakah yang dimaksud dengan batu besar itu? Keluarga adalah contoh yang paling baik. Orang-orang yang kita cintai dalam hidup kita. Janganlah mendahulukan pekerjaan, hobi, ataupun uang daripada mereka. Selamanya, keluarga kita akan berada di luar gelas kehidupan kita. Sudah sering terjadi contoh kasus nyata, seberapapun suksesnya kita, akan menjadi kekosongan dan kehampaan belaka, bila keluarga kita berantakan, bila kita tidak pernah punya waktu untuk bersama-sama dengan mereka. Justru, bagi orang-orang sukses yang telah memiliki harta segudang, kebahagiaan terbesar adalah saat mereka bisa kembali rukun dan hidup bahagia bersama orang-orang yang paling mereka cintai.

Rongga-rongga dalam Gelas
Sering kali, kita sudah merasa gelas kita sudah penuh, tetapi sesungguhnya gelas tersebut masih mempunyai banyak rongga kosong yang bisa kita isi. Sama seperti waktu dalam kehidupan kita. Seringkali kita merasa jadwal kita sudah penuh, dan tidak bisa diisi apa-apa lagi. Keadaan seperti itu sama seperti keadaan gelas yang baru diisi dengan batu besar dan kerikil. Kita tidak memanfaatkan kekosongan ruang (rongga) yang terbentuk oleh batu besar dan kerikil untuk mengisinya dengan pasir dan air.

Dengan mengabaikan rongga-rongga itu, kita telah membuang banyak kesempatan dan hal-hal lain yang sebenarnya masih bisa kita lakukan di antara hal-hal penting dan utama dalam keseharian kita. Kita tidak memanfaatkan gelas tersebut secara maksimal.

Hal yang nyata mungkin bisa dijadikan contoh, adalah seseorang yang terlalu malas untuk mengembangkan dirinya selagi ia memiliki banyak waktu luang. Katakanlah, seseorang yang masih kuliah. Ia belajar dengan baik dan selalu menyempatkan waktu untuk keluarga. Ia melakukan hal yang benar dengan menempatkan batu-batu besar dan kerikil terlebih dahulu. Tetapi, bagaimana dengan rongga-rongganya ? Sebetulnya ia masih bisa mengisi waktu yang ia punya dengan kegiatan yang lebih positif, ia bisa mengajar, ia bisa ikut kegiatan ekstra-kurikuler, ia bisa mengembangkan diri, belajar lagi, dan segudang hal positif lain yang bisa ia lakukan. Tetapi, ia tidak mau mengisi rongga-rongga tersebut, entah karena ia memang tidak mampu melihat rongga-rongganya, ataukah karena kemalasan semata. Setelah beberapa tahun berlalu, ia mungkin baru akan menyadari hal tersebut, dan yang tersisa hanyalah penyesalan semata.

Selagi masih ada waktu dan kesempatan, seberapa kecil pun itu ataupun kita pikir sudah terlambat, cobalah untuk terus mengisi gelas kehidupan kita sampai penuh. Cobalah lihat kembali jadwal rutinitas kita, hal-hal apakah yang sesungguhnya masih kurang dari kita, dan yang ingin kita lakukan, untuk membuat hidup kita ini ’penuh’.

Ingatlah, kesuksesan yang sesungguhnya, hanya bila kita mampu meletakkan batu besar, kerikil, pasir, dan air dalam gelas kehidupan kita dalam urutan yang benar, dan sampai ’penuh’.