Selamat Datang Para Alumni SMU P@nbat T.A - 03 and Visitor....
Selamat Menikmati seluruh fasilitas yang tersedia di blogger ini..
Menu Blog
myspace layouts

myspace comments

Saturday 31 January 2009

Bersabarlah

Bersabarlah
Oleh: Iwan

Sabar adalah salah satu dari sekian banyak akhlak mulia yang diajarkan oleh din Islam, yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Secara bahasa, sabar berarti al-habsu (menahan) dan al-man’u (mencegah), yaitu lawan kata dari al-jaz’u (keluh kesah). Jadi makna sabar adalah mencegah dan menahan diri dari berkeluh kesah, menahan lisan dari mengeluh, dan menahan anggota badan dari mengamuk dan semisalnya.

Sabar adalah akhlak utama yang mampu menahan pemiliknya dari perbuatan yang tidak baik dan tidak senonoh. Sehingga dengan sabar, hati dan jiwa menjadi baik dan tingkah laku menjadi lurus.

Dalam 3 hal, hukum dari sabar adalah wajib, yaitu : sabar dalam taat kepada ALLOH AZZA WA JALLA beserta melaksanakan kewajiban dari-Nya, sabar dalam meninggalkan kemaksiatan dan hal-hal yang diharamkan, dan sabar dalam menghadapi musibah, cobaan dan takdir ALLOH yang menyakitkan.

I. Sabar Dalam Taat Kepada ALLOH

Untuk menuju dan mendapatkan ridho ALLOH, kita harus menghadapi banyak sekali rintangan. Karena hawa nafsu ingin sebebas-bebasnya. Sedangkan peribadatan kepada ALLOH membelenggu hawa nafsu tersebut. Karena itulah kita harus sabar dalam melatih jiwa dan mengekang hawa nafsu dalam rangka berniat istiqomah dalam menjalankan perintah ALLOH AZZA WA JALLA.

ALLOH SWT berfirman : “Robb (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam berinbadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut) disembah?”(Maryam : 65)

Dalam Surat Thoha : 132, ALLOH SWT berfirman : “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat, dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.”

Sabar dalam ketaatan kepada ALLOH, memiliki tiga cabang, yaitu :

1) Sabar sebelum menjalankan ketaatan : dengan jalan memperbagus niat, ikhlas dan berlepas diri dari riya’.

ALLOH SWT berfirman : Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal sholih; mereka itu beroleh pahala dan ampunan yang besar (Hud : 11)

2) Sabar ketika menjalankan ketaatan : tidak melalaikannya, tidak malas dalam mengerjakannya dan memperbagus pelaksanaannya.

3) Sabar setelah menjalankan ketaatan : tidak membanggakan diri atau berusaha menampakkannya untuk sum’ah dan riya’ supaya amalan yang dilakukan tidak hilang pahalanya dan tidak berbekas.

II. Sabar Dalam Meninggalkan Maksiat.

Sangatlah besar godaan untuk melakukan kemaksiatan. Karena itulah kita harus sabar dalam usaha untuk meninggalkannya.

ALLOH SWT berfirman : “ Dan Kami akan menguji kamu dengan kebaikan dan keburukan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Al-Anbiyaa’ : 35)

Sangat banyak kemaksiatan yang menggoda kita sehari-hari. Di antaranya yang berdosa besar adalah : syirik(menyekutukan ALLOH), riba, berzina, berjudi, makan dan minum zat yang haram, merampok, mencuri, dll.

III. Sabar Dalam Menghadapi Musibah.

ALLOH SWT berfirman : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah : 155)

Sesuai dengan firman ALLOH AZZA WA JALLA tersebut maka setiap orang pernah atau akan diuji dengan rasa sedih, sakit, kehilangan orang-orang yang dikasihi ataupun kekurangan harta. Semua ujian tersebut pernah menimpa orang baik maupun jahat, yang mukmin ataupun yang kafir. Disinilah yang membuat seorang mukmin berbeda yaitu seorang mukmin akan menghadapi ujian musibah ini dengan penuh keridhoan dan keikhlasan serta sabar. Seorang mukmin akan sabar, ridho dan ikhlas menerima semua takdir dari ALLOH AZZA WA JALLA. Karena semua itu hanyalah milik ALLOH dan akan kembali kepada-Nya. Karena itulah seorang mukmin bila tertimpa musibah apapun (bukan hanya kematian) hendaklah mengucapkan Innaa lillaahi Wa Innaa Ilaihi Rooji’uun.

ALLOH SWT berfirman : “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Innaa lillaahi Wa Innaa Ilaihi Rooji’uun.” (Al-Baqarah : 156)(Disarikan dari Majalah Nikah Vol. 6, No. 12, Maret 2006, Robiul Awal 1429 H)

ISLAM DAN BARAT: BENTURAN ANTARPERADABAN ATAU BENTURAN KEPENTINGAN ?

ISLAM DAN BARAT: BENTURAN ANTARPERADABAN ATAU BENTURAN KEPENTINGAN ?
Oleh: Anjar Nugroho

Hubungan Islam dengan Barat dalam sejarah panjangnya diwarnai dengan fenomena kerjasama dan konflik. Kerjasama Islam dan Barat paling tidak ditandai dengan proses modernisasi dunia Islam yang sedikit banyak telah merubah wajah tradisional Islam menjadi lebih adaptatif terhadap modernitas. Akan tetapi sejak abad ke-19, gema yang menonjol dalam relasi antara Islam dan Barat adalah konflik. Ketimbang memunculkan kemitraan, relasi Islam dan Barat menggambarkan dominasi-subordinasi.

Pasang surut hubungan Islam dan Barat adalah fenomena sejarah yang perlu diletakkan dalam kerangka kajian kritis historis untuk mencari sebab-sebab pasang surut hubungan itu dan secepatnya dicari solusi yang tepat untuk membangun hubungan tanpa dominasi dan konflik di masa-masa mendatang. Barat selama ini dicurigai sebagai pihak yang telah memaksakan agenda-agenda “pembaratan” di dunia Islam dalam rangka mengukuhkan hegemoni globalnya. Dampak yang ditimbulkan dari hegemoni global Barat adalah semakin terpinggirkannya peran ekonomi, politik, sosial dan budaya Islam dalam panggung sejarah peradaban dunia.

Tidak hanya itu, Islam semakin tersudut dengan berbagai cap yang dilontarkan Barat terhadap Islam, mulai dari cap fundamentalis sampai teroris. Tentunya berbagai cap itu terselubung kepentingan tingkat tinggi (high interest) untuk membuat semakin terpojoknya Islam sehingga mudah untuk dijinakkan –lagi-lagi – demi kepentingan globalnya.

Tulisan ini hendak mengkaji bagaimana konflik dan benturan terjadi antara Barat dan Islam, lalu motif apa yang menyertai begitu bernafsunya Barat menghegemoni dunia Islam? Benturan peradaban ataukah benturan kepentingan yang sesungguhnya terjadi antara Barat dan Islam? Dan bagaimana sebaiknya Islam merespon hegemoni Barat?

Tesis Huntington

Sejak “serangan terorisme” menghantam dua simbol kedigdayaan AS – Pentagon dan World Trade Centre – banyak pengamat mengupas kembali teori benturan antarperadaban yang pernah dipopulerkan Samuel P. Huntington. Dalam tulisan kontroversialnya The Clash of Civilization yang dimuat jurnal Foreign Affair (Summer, 1993), guru besar studi-studi strategis pada Harvard University AS itu memprediksikan makin parahnya ketegangan antara peradaban Barat dan peradaban Islam.

Huntington mengajukan tesis dalam kalimat sangat tegas : ”Menurut Hipotesis saya,” katanya, “sumber utama konflik dunia baru tidak lagi ideologi atau ekonomi, tetapi budaya. Budaya akan memilah-milah manusia dan menjadi sumber konflik dominan. Negara-negara akan tetap menjadi aktor paling kuat dalam percaturan dunia, tetapi konflik politik global yang paling prinsipil akan terjadi antara bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok karena perbedaan peradaban mereka. Benturan peradaban akan mendominasi politik global.”

Secara lebih luas, Huntington mendasarkan pemikirannya – paling tidak – pada enam alasan yang dijadikannya sebagai premis dasar untuk menjelaskan mengapa politik dunia ke depan akan sangat dipengaruhi oleh benturan antar peradaban. Pertama, perbedaan peradaban tidak hanya nyata, tetapi sangat mendasar. Selama berabad-abad perbedaan antarperadaban telah menimbulkan konflik paling keras dan paling lama. Kedua, dunia ini sudah semakin menyempit sehingga interaksi antara orang yang berbeda peradaban semakin meningkat. Ketiga, proses modernisasi ekonomi dan perubahan sosial diseluruh dunia telah mengakibatkan tercerabutnya masyarakat dari akar-akar identitas-identitas lokal yang telah berlangsung lama. Kecenderungan ini menyisakan ruang kosong yang kemudian diisi oleh identitas agama, seringkali dalam gerakan berlabelkan “fundamentalisme”. Keempat, dominasi peran Barat menimbulkan reaksi de-westernisasi di dunia non-Barat. Kelima, perbedaan budaya kurang bisa menyatukan, dibanding perbedaan politik dan ekonomi. Kelima, kesadaran peradaban bukan reason d’etre utama terbentuknya regionalisme politik atau ekonomi (Huntington, 2002:ix-x).

Dari premis-premis itu, sebelum sampai pada kesimpulan bahwa dari fakta-fakta di atas secara otomatis akan menciptakan jurang perbedaan di antara peradaban-peradaban, Huntington melakukan dua hal; pertama, memetakan muara kultural, kecenderungan dan dinamika internal peradaban-peradaban, yaitu : Barat, Cina/Konfusius, Jepang, Islam, Hindu, Slavik/Ortodoks, Amerika Latin, dan Afrika. Premis di atas berimplikasi pada semakin lebarnya perbedaan antar peradaban yang akan semakin menyulitkan kompromi antar peradaban itu untuk sampai pada saling pengertian. Maka, ujung-ujungnya akan terjadi benturan antar peradaban. Namun pertanyaan kemudian, peradaban mana, vis a vis mana yang nantinya akan saling berbenturan? Ia menjawab pertanyan ini pada langkah kedua, meramalkan bahwa potensi konflik yang akan mendominasi dunia masa mendatang bukan diantara kedelapan peradaban tersebut, tetapi antar Barat dan peradaban lainnya. Sedangkan potensi konflik paling besar terjadi adalah antara Barat dan koalisi Islam-Konfusius (ibid, x).

Sejak awal, teori “benturan antarperadaban” Huntington itu banyak mengundang kritik, bahkan cibiran, daripada apresiasi. Selain karena dianggap sebagai fantasi yang fantastis, teori itu juga tidak mencerminkan semangat zaman yang menekankan aspek globalisasi dan pluralitas, toleransi dan kesetaraan.

Kelemahan Tesis Huntington

Akbar S. Ahmed (1992), salah seorang cendekiawan Muslim terkemuka, adalah salah satu yang tidak sepaham dengan Huntington. Dia menyatakan bahwa benturan yang terjadi dalam sejarah dunia lebih menunjukkan faktor kepentingan ekonomi dan politik ketimbang faktor perbedaan budaya. Akbar menunjuk fenomena perang Teluk I sebagai fakta empiris peta politik yang tidak berhadap-hadapan secara diametral, Barat vis a vis Islam, tetapi lebih menunjuk kepada polarisasi kepentingan. Dalam hal ini, negara-negara Muslim seperti Kuwait, Arab Saudi, Mesir pada posisi kepentingan yang seirama dengan Amerika dan sekutunya (Barat), sehingga tidak bisa dikatakan telah terjadi benturan antara Islam dan Barat.

Kelemahan lain dalam tesis Huntington adalah kerancuan dalam mendefinisikan peradaban. Huntington menyebut tujuh atau delapan peradaban utama yang mungkin akan saling berkonfrontasi di masa yang akan datang : Barat, Cina/Konfusius, Jepang, Islam, Hindu, Slav/Ortodoks, Amerika Latin, dan Afrika.

Huntington mencampuradukkan berbagai hal yang bermacam ragam, termasuk letak (Barat), ajaran (Konfusius), etnik (Slav), negara (Jepang), agama (Islam), dan benua (Afrika). Dalam hal ini, ia tidak konsisten dan tanpa definisi peradaban yang dapat diterapkan untuk menguji tesis itu.

Selain itu, sama seperti apa yang telah diungkap Akbar di atas, kesimpulan Huntington ternyata tidak menggambarkan kenyatan yang sebenarnya. Dengan berakhirnya perang dingin, kecenderungan yang terjadi bukan pengelompokan masyarakat dalam entitas tertinggi – yaitu pengelompokan peradaban – tetapi justru perpecahan menuju entitas yang lebih kecil, berdasar suku dan etnik. Hal ini terlihat jelas dari disintegrasi Uni Soviet, yang sebagian besar penduduknya memiliki dasar budaya dan peradaban yang sama. Kesamaan peradaban belum merupakan perekat cukup kuat bagi kelompok-kelompok etnik minoritas yang secara politik atau ekonomi merasa ditindas kelompok mayoritas yang berkuasa.

Benturan Antar Peradaban atau Benturan Kepentingan?

Terhadap tesis Huntington yang melihat Islam dan Barat sebagai dua peradaban yang saling berbenturan, ada banyak kalangan yang kemudian mempertanyakan : the clash of civilization or the clash of interest? Pertanyaan ini wajar adanya mengingat penelitian yang pernah dilakukan oleh Fawaz A. Gerges (2000:27-30) yang menunjukkan peta tentang polarisasi kaum intelektual di Amerika. Menurut Fawaz, kelompok intelektual Amerika sebenarnya terbagi ke dalam dua kelompok : Konfrontasionis dan akomodasionis. Kelompok pertama selalu mempersepsi Islam dengan pencitraan yang negatif. Dengan kata lain, mereka selalu menganggap Islam sebagai the black side of the world. Islam selalu diposisikan sebagai ancaman bagi demokrasi dan lahirnya tatanan dunia yang damai. Eksponen yang termasuk kelompok ini misalnya, Almos Perlmutter, Samuel Huntington, Gilles Kepel, dan Bernard Lewis.

Sementara kelompok akomodasionis justru menolak diskripsi Islamis yang selalu menggambarkan Islam sebagai anti demokrasi. Mereka membedakan antara tindakan-tindakan kelompok aposisi politik Islamis dengan minoritas ekstrim yang hanya sedikit jumlahnya. Diantara kelompok ini terdapat nama John L. Esposito dan Leon T. Hadar. Bagi mereka, di masa lalu maupun di masa sekarang, ancaman Islam sebenarnya tidak lain adalah mitos Barat yang berulang-ulang (Fawaz, 2000:30). Sehingga mereka, meminjam istilah mantan Perdana Menteri Malaysia Datuk Mahathir Muhammad, takut dengan banyangannya sendiri.

Tesis Huntington sebenarnya bagian dari rekomendasi bagi pemerintahan Amerika Serikat untuk membuat peta tata dunia baru di planet bumi. Huntington dalam hal ini ingin mengingatkan pemerintah AS untuk waspada terhadap ancaman baru pasca perang dingin dan runtuhnya negara Uni Soviet.

Pada sisi lain, Barat, menurut sebagian pengamat, dalam hal ini Amerika Serikat, jelas merupakan pihak yang paling merasa “diamini” secara ilmiah oleh Huntington, khususnya dalam untuk melaksanakan kebijkan-kebijakan politik luar negeri. Betapa tidak, dengan tesis benturan antar peradaban ini, Barat yang telah lama terbiasa dengan visi global dan kebijakan luar negeri yang didasarkan pada persaingan antar negara adidaya dalam berebut mendapatkan pengaruh dominasi global, semakin tergoda untuk mengidentifikasi ancaman ideologi global lainnya seperti Islam dan Konfusius dalam rangka mengisi “kekosongan ancaman” yang timbul pasca runtuhnya komunisme.

Bukti otentik adanya “faktor kepentingan” yang menyertai tindakan Barat (Amerika) dalam aksi-aksi politik dan militer yang menyebabkan timbulnya clash antara Barat dan beberapa negara Islam adalah fenomena Perang Teluk jidid II di Irak. Dengan dalih memerangi terorisme dengan menumbangkan kekuasan Saddam Husein yang dinilai melindungi para teroris, ujung-ujungnya adalah penguasaan sumber-sumber minyak yang konon kandungannya nyaris sepadan dengan yang dipunyai Arab Saudi. Lebih dari itu, dengan runtuhnya pemerintahan Saddam di Irak, akan lebih mengukuhkan hegemoni AS sebagai satu-satunya kekuatan adidaya di muka bumi ini yang berhak berbuat apa saja untuk melaksanakan kepentingan globalnya.

Cendekiawan terkemuka Muslim lain yang pendapatnya selaras dengan asumsi ini adalah Muhammad Abed al-Jabiri (1999:73), Guru Besar Filsafat dan Pemikiran Islam-Arab pada Muhammad V University Maroko. Sepanjang sejarah, menurut al-Jabiri, hubungan antar peradaban tidak bersifat konfrontasi, tetapi interpenetrasi. Bahkan konfrontasi dan konflik lebih sering dan destruktif dibandingkan konfrontasi antar negara-negara dengan peradaban berbeda. Buktinya, dua kali perang dunia terjadi dalam peradaban Barat, disebabkan oleh konflik kepentingan (conflicts of interensts)

Kepentingan global Barat sesungguhnya adalah dominasi ekonomi dan politik atas seluruh negara non-Barat. Untuk melancarkan kepentinganya itu, Barat memakai banyak cara, dari yang paling halus sampai yang paling berdarah-darah. Cara halus Barat mengukuhkan hegemoninya diantaranya melalui rezim pengetahuan. Rezim pengetahuan yang diciptakan Barat tidak memberi ruang yang bebas kepada pengetahuan lain untuk berkembang. Generasi terdidik di negara berkembang diarahkan sedemikian rupa menjadi agen dan penjaga sistem pengetahuan Barat. Dan bukan hanya cara berfikir saja yang diarahkan, tetapi gaya hidupnya pun dikendalikan.

Hegemoni pengetahuan Barat terlihat jelas ketika kaum terdidik di negara berkembang dengan setia dan tidak sadar menyebarkan dan membela nilai-nilai dan institusi Barat seperti demokrasi, civil society, hak asasi manusia. Semua yang datang dari Barat diterima sebagai nilai-nilai universal yang merupakan produk peradaban terbaik yang harus diikuti.
Respon Muslim : Dialog atau Melawan Hegemoni

Apapun motif, model, dan pihak yang terlibat konflik, realitas dunia yang penuh konflik menimbulkan bencana kemanusiaan yang dahsyat, dimana negara-negara berkembang – termasuk Muslim – adalah korbannya. Konflik yang dipicu oleh semangat imperialisme telah membuat jurang yang semakin lebar antara kelompok dominan dan yang didominasi. Dunia tentu tidak boleh terlalu lama dibiarkan terpolarisasi atas dua kelompok itu, di mana kelompok dominan sebagai the first class, bisa berbuat sewenang-wenang atas kelompok yang didominasi. Jalan keluar dari kemelut ini ada dua yang ditawarkan beberapa kalangan, dialog atau melawan hegemoni.

Dialog adalah model penyelesaian yang dinilai paling sedikit menanggung resiko. Dialog ini mengasumsikan antara pihak yang terlibat konflik (Barat dan non-Barat –Islam-) berada dalam posisi yang sejajar untuk mau saling mengerti satu sama lain. Negara-negara Barat harus mau mengakhiri sikap imperialis dalam segala bentuknya, termasuk proyek-proyek pos-kolonialismenya, dan mulai membangun relasi setara dan bersahabat. Kerjasama dan partisipasi hanya akan bermakna bila didasarkan keseimbangan kepentingan dan bebas dari hegemoni.

Orang yang mengidealkan cara dialog untuk menyelesaikan konflik peradaban atau kepentingan mungkin lupa bahwa syahwat hegemoni Barat adalah sesuatu yang sudah laten dalam tradisi relasi Barat – non-Barat. Keinginan untuk mengajak Barat bersikap lebih adil adalah utopia di tengah nafsu serakah Barat yang ingin menguasai dunia.

Setelah cara dialog adalah model utopis, maka jalan lain yang tidak boleh dihindari oleh negara-negara non-Barat (berkembang atau Muslim) adalah melawan hegemoni itu dengan potensi kekuatan yang ada. Cara melawan hegemoni yang paling fundamental adalah bersikap kritis terhadap berbagai pengetahuan yang dikembangkan oleh dan untuk kepentingan Barat. Sikap yang terlalu adaptatif - umat Islam Islam - terhadap yang datang dari Barat hanya akan semakin mengukuhkan hegemoni Barat di dunia Muslim. Umat Islam yang secara sukarela belajar demokrasi, lalu mengintegrasikan dalam ajaran Islam dan menerapkan dalam kehidupan politik adalah salah satu bentuk menerima untuk dijajah. Belum lagi ketika belajar dan menerima peradaban, modernitas, dan civil society hampir tanpa reserve. Padahal nenurut James Petras dan Henry Veltmeyer (2002 : 217), wacana tentang itu semua sesungguhnya dipakai untuk melegitimasi perbudakan, genocide, kolonialisme, dan semua bentuk eksploitasi terhadap manusia.

Sudah saatnya kaum Muslim di negara-negara berkembang bersikap kritis untuk melawan wacana global yang diproduksi Barat. Termasuk wacana globalisasi yang selama ini diterima sebagai sesuatu yang niscaya, harus dikritisi karena tersembunyi sebuah ideologi (hidden ideology) yakni neo-liberalisme yang dampaknya terhadap pembunuhan ekoniomi rakyat sangat luar biasa.

Memang patut untuk disayangkan sikap beberapa kuam Muslim yang mengaku berfikir liberal tetapi sesunggunya mereka telah menjadi terbaratkan. Misalnya saat mereka ramai-ramai menolak penerapan syari’at Islam di Indonesia, yang mereka tawarkan tidak lain dan tidak bukan adalah syari’at liberal yang jauh lebih menghancurkan bangsa ini. Karena syariat liberal pada dasarnya adalah pembuka dan sekaligus legitimasi rasional atas berbagai bentuk mutakhir penjajahan Barat atas negara berkembang, termasuk Indonesia.

Penutup

Dari paparan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan penting terkait dengan relasi Islam dan Barat yang membentuk struktur dominasi-subordinasi yang dalam beberapa hal sarat konflik. Pertama, basis benturan Islam dan Barat adalah kepentingan ekonomi dan politik (kapitalisasi dan liberalisasi). Kedua, bahwa dominasi Barat atas dunia non-Barat, yang termasuk di dalamnya dunia Islam adalah dalam rangka mengamankan kepentingan ekonomi dan politik global Barat. Ketiga, dominasi itu dilaksanakan oleh Barat melalui cara yang paling halus sampai yang paling kasar, bahkan berdarah-darah (perang fisik). Cara halus Barat adalah melalui rezim pengetahuan yang terus-menerus diinjeksikan ke dalam dunia intektual Islam, sehingga pengetahuan lain tidak (boleh) berkembang. Ketiga, Cara untuk melawan hegemoni Barat adalah dengan bersikap kritis terhadap Barat, termasuk dalam hal ini adalah bersikap kritis terhadap berbagai pengetahuan yang dikembangkan oleh dan untuk kepentingan Barat.

Racun Orientalis, Sangat Berbahaya Meski Sedikit

Racun Orientalis, Sangat Berbahaya Meski Sedikit
Oleh: Dr Syamsuddin Arief MA

Diabolis adalah iblis dalam bahasa Yunani kuno. Menurut A Jeffery dalam bukunya the Foreign Vocabulary of the Qur'an, istilah diabolisme berarti pemikiran, watak dan perilaku ala iblis ataupun pengabdian padanya. Dalam al Qur'an dinyatakan, iblis termasuk bangsa jin (18:50), yang diciptakan dari api (15:27). Inilah penggalan alenia pertama artikel berjudul “Diabolisme Intelektual” karya Dr Syamsuddin Arief MA.

Sebagaimana diketahui, iblis dikutuk dan dihalau karena menolak perintah Allah SWT untuk bersujud pada Adam. Apakah iblis atheis? Tidak. Apakah ia agnostik? Tidak. Iblis tidak mengingkari adanya Tuhan. Iblis tidak meragukan wujud maupun ketunggalan Allah. Iblis bukan tidak kenal Tuhan. Ia tahu dan percaya 100%. Lalu mengapa ia dilaknat dan disebut kafir? Di sinilah persoalannya.

Kenal dan tahu saja, tidak cukup. Percaya dan mengakui saja, tidak cukup. Mereka yang kafir dari kalangan Ahli Kitab pun kenal dan tahu persis siapa dan bagaimana terpercayanya Rasulullah saw, seperti orangtua mengenali anak kandungnya sendiri (ya'rifunahu kama ya'rifuna abna'ahum). Namun tetap saja mereka enggan masuk Islam.

Jelaslah bahwa pengetahuan, kepercayaan dan pernyataan harus disertai dengan kepatuhan dan ketundukan. Harus diikuti dengan kesediaan dan kemauan untuk merendah, menurut dan melaksanakan perintah. "Knowledge and recognition should be followed by acknowledgement and submission," tegas Profesor Naquib al-Attas.

Kesalahan iblis bukan karena ia tak tahu atau tak berilmu. Kesalahannya karena ia membangkang, aba wa istakbara (QS 2:34, 15:31, 20:116); menganggap dirinya hebat, istakbara (QS 2:34, 38:73, 38:75); dan melawan perintah Tuhan, fasaqa an amri rabbihi (QS 18:50). Dalam hal ini, Iblis tak sendirian. Sudah banyak orang yang berhasil direkrut sebagai staf dan kroninya, berpikiran dan berprilaku seperti yang dicontohkannya.

Iblis adalah ”prototype intelektual keblinger”. Sebagaimana dikisahkan dalam al Qur'an, sejurus setelah ia divonis, iblis mohon agar ajalnya ditangguhkan. Dikabulkan dan dibebaskan untuk sementara waktu, ia pun bersumpah untuk menyeret orang lain ke jalannya, dengan segala cara.

Pertanyaannya, apakah kaum orientalis yang melakukan distorsi ajaran Islam merupakan bagian dari Diabolisme Intelektual? Untuk menjawab ini, sekaligus mengurai sepak terjang kaum orientalis, Wartawan Sabili Andy Sulistiyanto, Ganna Pryadharizal, Chairul Akhmad dan Fotografer Arief Kamaluddin, mewawancarai Dr Syamsuddin Arief MA. Pakar orientalis yang sedang menempuh program doktor keduanya di Universitas Frankfurt, Jerman. Berikut petikannya ketika pria asli Betawi ini berkunjung ke Sabili:

Apakah semua keruwetan yang terjadi di dunia Islam disebabkan oleh orientalis?

Memang orientalis punya andil dalam merusak dan menimbulkan keruwetan dalam dunia Islam. Namun berapa prosentasenya kita tidak tahu secara pasti. Dalam surat at Taubah dijelaskan bahwa orang-orang yang beriman dan orang-orang munafik antara sebagian dengan sebagian yang lain saling tolong-menolong. Jadi, para orientalis juga saling bahu membahu dalam merusak dunia Islam.

Bagaimanakah perkembangan dan dinamika orientalisme saat ini?

Saya melihat orientalisme bukan sebuah gerakan. Dalam konferensi-konferensi dan pertemuan yang biasa mereka lakukan. Mereka memang memiliki jaringan melalui beberapa organisasi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) namun sifatnya informal karena lintas negara. Yang menyatukan mereka adalah human interest yakni mereka mempunyai minat dan ketertarikan yang sama dalam dunia internasional.

Orientalis Barat kebanyakan adalah keturunan Yahudi. Orang Yahudi menganggap dalam stratifikasi masyarakatnya, yang paling tinggi kedudukannya ialah yang paling berilmu. Seperti ilmuwan, saintis apalagi yang plus ahli agama. Hampir kebanyakan kaum Yahudi mempunyai cita-cita untuk menjadi ilmuwan terutama menjadi ilmuwan yang ahli agama yang biasa disebut ulama Bani Israil.

Bagaimanakah sikap orientalis terhadap al-Qur’an?

Orientalis sejak dahulu hingga sekarang mengkaji al-Qur’an untuk mencari kelemahan, mereka tidak percaya bahwa al-Qur’an adalah wahyu dan menganggapnya buatan Muhammad saw. Sebab apabila mereka mengakui bahwa Muhammad adalah nabi maka gugurlah agama Yahudi.

Al-Qur’an merupakan target utama serangan misionaris dan orientalis Yahudi-Kristen, setelah mereka gagal menghancurkan sirah dan sunnah nabi saw. Mereka mempertanyakan status kenabian beliau, meragukan kebenaran riwayat hidup beliau dan menganggap sirah beliau tidak lebih dari legenda dan cerita fiktif belaka. Demikian pendapat Caetani, Wellhausen dan lain-lain.

Orientalis lebih tertarik mengkaji apa?

Yang pertama tentu mempelajari al-Qur’an. Mereka mengatakan ini merupakan suatu pendekatan baru dalam mempelajari al-Qur’an dengan metode linguistik, apa adanya tanpa perlu mengkaji asal-usulnya, bahkan mereka mengatakan pendekatan lama mengandung polemik.

Memang benar bahwa corpus kesarjanaan Barat mengenai al-Qur’an cukup beragam. Tidak semua orientalis hendak menghancurkan Islam dengan menebarkan keraguan terhadap al-Qur’an dan hadist. Ada juga orientalis yang konon bermaksud ‘baik’ dan tampak simpati kepada Islam yang disebut counter examples. Di bidang hukum Islam mereka sangat mempunyai kepentingan karena mereka tahu orang-orang Islam semakin semangat mempelajari dan menerapkan ekonomi Islam.

Bagaimanakah pengaruh orientalis di balik gerakan anti-hadits?

Serangan orientalis terhadap hadist dilancarkan secara bertahap, terencana dan bersama-sama. Ada yang menyerang matan-nya seperti Sprenger, Muir dan Goldziher. Menyerang isnad-nya seperti Horovitz, Schacht dan Juynboll.

Serangan mereka diarahkan ke semua kategori; sebagian menyerang hadist sejarah yang berhubungan dengan sirah. Misalnya Kister, Scholler, Motzki. Sebagian yang lain menggugat hadist hukum atau fiqih seperti Shacht, Powers dan Gilliot.

Gugatan para orientalis dan misionaris Yahudi dan Kristen telah menimbulkan dampak yang cukup besar. Melalui tulisannya yang diterbitkan dan dibaca luas, mereka telah berhasil mempengaruhi dan meracuni pemikiran sebagian umat Islam. Muncullah gerakan anti-hadist di India, Pakistan, Mesir dan Asia Tenggara. Pada tahun 1906 sebuah gerakan yang menamakan dirinya Ahli al-Qur’an muncul di bagian barat Punjab, Lahore, dan Amritsar. Pimpinannya Abdullah Chakrawali dan Khwaja Ahmad Din, mereka menolak hadist secara keseluruhan.

Dalam propagandanya, gerakan ini mengklaim bahwa al-Qur’an saja sudah cukup untuk menjelaskan semua perkara agama. Akibatnya mereka menyimpulkan shalat hanya empat kali sehari, tanpa adzan dan iqamah, tanpa takbiratul ihram. Selain itu mereka menganggap tidak ada shalat ‘Id dan shalat jenazah.

Apakah orientalis sekarang gencar melakukan aktivitasnya melalui LSM?

Memang institusi penting bagi mereka untuk menjalankan aktivitasnya karena mempunyai dampak yang luas. Tentunya dengan restu dan dukungan dari pemerintah. Mereka mempunyai dana yang kuat dan fasilitas yang memadai untuk melancarkan aksinya. Selain itu sebagian mereka dengan sebagian yang lain saling bantu membantu dalam menebarkan racun orientalisme.

Bagaimanakah mereka membuat kaderisasi?

Itu memang strategi mereka yang paling mudah. Sebagaimana yang dilakukan Inggris di daerah jajahannya. Misalnya di Indonesia mereka melakukan kaderisasi di Manado, Sumatera Barat dan Salatiga. Oleh karena itu tokoh-tokoh nasional pada waktu itu berasal dari kota-kota tersebut. Tidak semua orientalis melakukan aktivitasnya dengan disamarkan, ada juga yang terangan-terangan.

Apa saja motivasi dan topik kajian orientalis?

Kajian teologi Islam oleh para orientalis Barat telah dimulai sejak awal abad ke-19 Masehi, tidak lama setelah bangsa-bangsa Eropa menaklukan hampir seluruh dunia Islam. Berbekal manuskrip karya para ulama dan ilmuwan Islam yang diboyong ke Eropa, mereka mulai mempelajari dan mengkaji satu per satu khazanah intelektual Islam.

Mereka meyakini kebenaran kata-kata Sir Francis Bacon dalam risalahnya ‘de haeresibus’ tahun 1597 bahwa ilmu adalah kekuatan. Hegemoni militer, politik dan ekonomi akan tumbang jika tidak didukung oleh pengetahuan. Mereka yakin untuk menaklukan dunia Islam mereka harus mengetahui Islam dari berbagai aspeknya dari orang Islam sendiri.

Apa dampak orientalis bagi dunia Islam?

Secara positif mereka banyak menyadarkan kita akan pentingnya membaca sejarah para ulama-ulama Islam kita. Mereka mengangkut manuskrip kita keluar negeri yang merupakan sejarah keilmuwan kita untuk dipelajari dan diaplikasikan sehingga mereka lebih maju dari umat Islam.

Di Irak setelah invasi Amerika, benda dan manuskrip Islam yang ada di Irak banyak diboyong keluar oleh AS. Memang di AS memiliki teknologi yang lebih canggih untuk menjaga manuskrip. Secara negatif mereka mendudukan diri mereka sebagi otoritas dalam berpendapat dan mengambil keputusan. Pendapat dan pemikiran merekalah yang harus didengar dan dipakai.

Apakah benar mereka memasuki dunia pendidikan?

Kebanyakan para pelajar Muslim yang dikirim belajar atau studi ke luar negeri setelah kembali ke Indonesia pikirannya teracuni oleh pemikiran orientalis. Kemudian mereka memiliki posisi yang strategis sepulangnya ke negara asalnya, misalnya menjadi leader dalam dunia pendidikan dan memasuki dunia birokrat. Oleh karena itu mereka mengambil para dosen-dosen dari universitas bahkan kampus-kampus Islam untuk melakukan studi di negaranya agar dapat mewarnai pemikirannya.

Apakah liberalisasi yang telah merebak ke berbagai bidang adalah kerjaan orientalis?

Ya memang. Itu faktor eksternal hasil dari kerja orientalis. Para ahli sejarah umumnya sepakat bahwa Eropa telah mengalami sekularisasi sejak 250 tahun terakhir. Yang masih mereka perdebatkan hanyalah soal bagaimana dan mengapa proses itu terjadi.

Pengaruh liberalisasi lebih gencar terjadi setelah kembalinya dosen-dosen yang belajar ke luar negeri misalnya dari kampus Mc Gill di Kanada. Meskipun demikian orang-orang UIN membantah bahwa yang terjadi itu sangat kecil. Padahal racun orientalis sangat berbahaya walaupun kecil.

Maraknya aliran sesat apakah pekerjaan orientalis?

Secara tidak langsung, iya. Sebab orientalis lebih suka mengetengahkan yang dipinggir, membesarkan yang kecil dan meminggirkan yang di tengah. Misalnya aliran Syiah dan Ahmadiyah, yang kita anggap salah, oleh mereka dikaburkan sehingga seolah-oleh dianggap benar

Musailamah al-Kadzab, mereka mengatakan dari mana kita tahu ia nabi palsu. Mereka beranggapan Nabi Muhammad jadi nabi karena punya kekuatan, kekuasaan dan punya dukungan yang banyak. Musailamah kalah karena tidak punya dukungan.

Apakah orientalis bisa disamakan dengan Diabolisme Intelektual?

Sepanjang pemikiran dan penelitiannya bertentangan dengan kebenaran hakiki dari Ilahi Rabbi, bisa dikatakan sama.

Bagaimana cara mengidentifikasi ilmuwan seperti ini?

Tak sulit mengidentifikasinya, karena ciri-cirinya telah diterangkan dalam al-Qur'an. Pertama, selalu membangkang dan membantah (6:121). Meskipun ia kenal, tahu dan faham, tapi tak pernah mau menerima kebenaran. Seperti ingkarnya Firaun berikut hulu-balangnya, zulman wa 'uluwwan, meski hati kecilnya mengakui dan meyakini (wa istayqanat-ha anfusuhum). Mereka selalu mencari argumen untuk menyanggah dan menolak kebenaran demi mempertahankan opininya. Yang penting baginya bukan kebenaran tapi pembenaran. Dalam tradisi keilmuwan Islam, sikap membangkang semacam ini disebut al-'inadiyyah.

Kedua, bersikap takabbur (sombong, angkuh, congkak, arogan). Pengertian takabbur ini dijelaskan dalam hadis Nabi saw, "Sombong ialah menolak yang haq dan meremehkan orang lain (Al-kibru batarul-haqq wa ghamtu n-nas)." (HR Imam Muslim No147) Orang yang mengikuti kebenaran sebagaimana dinyatakan al-Qur'an atau hadis Nabi saw dianggap dogmatis, literalis, logosentris, fundamentalis, konservatif dan lainnya. Sebaliknya, orang yang berpikiran liberal, berpandangan relativistik, skeptis, menghujat al-Qur'an dan Hadits, meragukan dan menolak kebenarannya, justru disanjung sebagai intelektual kritis, reformis dan sebagainya, meskipun terbukti zindiq, heretik dan bermental Iblis.

Ketiga, bermuka dua dan standar ganda (2:14). Mereka menganggap orang beriman bodoh, padahal merekalah yang bodoh dan dungu (sufaha'). Intelektual semacam ini diancam Allah dalam al Qur'an: "Akan Aku palingkan mereka yang arogan tanpa kebenaran itu dari ayat-ayat-Ku. Sehingga, meskipun menyaksikan setiap ayat, tetap saja mereka tidak akan mempercayainya. Dan kalaupun melihat jalan kebenaran, mereka tidak akan mau menempuhnya. Namun jika melihat jalan kesesatan, mereka justru menelusurinya." (7:146)

Keempat, mengaburkan dan menyembunyikan kebenaran (talbis wa kitman al-haqq). Cendekiawan diabolik bukan tak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Namun ia sengaja memutarbalikkan data dan fakta. Yang bathil dipoles dan dikemas sehingga nampak seolah-olah haq. Sebaliknya, yang haq digunting dan dipreteli sehingga kelihatan seperti bathil. Atau dicampur-aduk keduanya sehingga tak jelas lagi beda antara yang benar dan salah. Strategi ini memang sangat efektif membuat orang lain bingung dan terkecoh.

Contohnya, seperti yang dilakukan oleh pengasong gagasan inklusivisme dan pluralisme agama. Mereka mengutip ayat-ayat al Qur'an (2:62 dan 5:69) untuk menjustifikasi pemikiran liarnya. Untuk mengatakan semua agama adalah sama, tanpa mempedulikan konteks siyaq, sibaq dan lihaq maupun tafsir bil-ma'tsur dari ayat-ayat tersebut.

Berarti sama seperti yang dilakukan kaum orientalis Barat?

Hal ini dilakukan oleh orientalis Barat dalam kajian mereka terhadap al Qur'an dan Hadis. Mereka mempersoalkan dan membesar-besarkan perkara kecil, mengutak-atik yang sudah jelas dan tuntas, sambil mendistorsi dan memanipulasi (tahrif) sumber-sumber yang ada. Ini tak terlalu mengejutkan, mengingat kebanyakan mereka adalah Yahudi dan Nasrani yang karakternya telah dijelaskan dalam al-Qur'an 3:71, "Ya ahlal-kitab lima talbisunal-haqq bil-bathil wa taktumul-haqq wa antum ta'lamun?" Yang mengherankan ialah ketika hal yang sama dilakukan oleh mereka yang zahirnya Muslim.

Al Qur'an telah mensinyalir: "Memang ada manusia-manusia yang kesukaannya berargumentasi, menghujat Allah tanpa ilmu dan menjadi pengikut setan yang durhaka. Telah ditetapkan atasnya, bahwa siapa saja yang menjadikannya sebagai kawan, maka akan disesatkan olehnya dan dibimbingnya ke neraka," (22:3-4). Maka kaum beriman diingatkan agar senantiasa menyadari bahwa "Sesungguhnya setan-setan itu mewahyukan kepada kroninya untuk menyeret kalian ke dalam pertengkaran. Jika dituruti, kalian akan menjadi orang-orang yang musyrik," (6:121). Ini tidak berarti kita dilarang berpikir atau berijtihad. Berpendapat boleh saja, asal dengan ilmu dan adab. Wallahua'lam.

Bagaimana cara melawan dan menghadang sepak terjang mereka saat ini?

Kalau kita melihat serpak terjang mereka yang begitu luar biasa, kita bisa berputus asa. Namun al-Qur’an melarang kita berputus apa, memang tidak mesti instan bisa kita selesaikan. Tentunya harus kita lakukan secara berjamaah diberbagai bidang baik di bidang pendidikan (perguruan tinggi), ekonomi dan lembaga swadaya masyarakat yang islami.

Kita harus berani tampil beda untuk melakukan peningkatan di bidang pendidikan agar tidak perlu lagi mengirim para dosen dan guru untuk studi ke luar negeri. Oksidentalisme itu tidak bisa basa-basi. Itu sebenarnya sudah dilakukan sejak lama untuk mengimbangi pemikiran orientalis seperti yang dilakukan di Jerman, membuka jurusan S1 untuk mempelajari sejarah, budaya dan seluk beluk dunia Barat. Sehingga setelah itu mereka bisa masuk dalam dunia pendidikan dan perusahaan milik orientalis untuk menjadi penyeimbang.

Ummat Islam dan Teori Konspirasi

Ummat Islam dan Teori Konspirasi
Oleh: Abi Waskito

Sebuah buku berjudul, Akar Konflik Politik Islam di Indonesia, ditulis oleh Dhurorudin Mashad, terbitan Pustaka Al Kautsar, cetakan Juni 2008. Buku ini diberi kata pengatar oleh Eep Saefulloh Fatah, pakar politik UI. Pustaka Al Kautsar termasuk sering menerbitkan buku-buku yang bertema politik Islam. Buku ini melengkapi wacana yang telah diterbitkan sejak lama. Dalam buku karya peneliti LIPI ini banyak wawasan-wawasan informasi yang bisa dijadikan alat untuk memahami peta politik Islam di Indonesia, sejak dulu sampai saat ini. Namun kali ini saya tidak bermaksud membahas buku Dhurorudin Mashad di atas. Cukuplah pembaca mengkajinya secara mandiri. Disini saya lebih tertarik membahas salah satu materi kata pengantar Eep Saefulloh Fatah, ketika dia menjelaskan sumber-sumber kemunduran kehidupan Ummat Islam di Indonesia. Menurut Eep, secara statistik jumlah Muslim Indonesia sangat banyak, tetapi secara realitas peranan Ummat Islam marginal.

Dia berusaha mencari jawaban atas masalah ini. Salah satunya, menurut Eep, biang kerok kemunduran Ummat Islam, karena kita terlalu banyak terbelit oleh TEORI KONSPIRASI.

Dalam buku itu Eep mengatakan:

“Salah satu cara menjawab yang seringkali diajukan oleh kalangan Islam adalah menemukan sumber-sumber di luar sebagai penyebab, biang kerok, kekalahan atau kegagalan politik mereka (Ummat Islam, pen.). Salah satu cara sangat populer dalam kerangka ini adalah mengajukan teori konspirasi: menunjuk kalangan-kalangan di luar Islam yang dipersepsikan sebagai komplotan yang memang terus-menerus menjaga agenda mereka untuk memarjinalisasikan kalangan Islam.

Goenawan Mohamad menyebut teori konspirasi sebagai “teori orang malas”. Saya tidak bisa tidak bersetuju. Bahkan menurut hemat saya, bukan sekedar itu. Teori konspirasi, bukan alat penjelasan orang-orang yang malas, tetapi juga “teori para pecundang”. Seorang pecundang membiasakan telunjuknya mengarah ke luar dirinya, seolah mengharamkan introspeksi. Seorang pemenang, sebaliknya, senantiasa ikhlas melihat pertama-tama ke dalam dirinya. Introspeksi.

Menuding penyebab di luar sebagai sebab utama atau semata-mata adalah salah satu cara yang kontra-produktif untuk memahami kegagalan dan kekalahan politik kalangan Islam. Karena itu, cara semacam itu selayaknya ditinggalkan. Selayaknya kalangan Islam memulai usaha pencarian jawaban atas pertanyaan itu dengan melihat ke dalam, ke dalam diri sendiri, melakukan introspeksi secara ikhlas, dan menemukan kekeliruan atau kesalahan pertama dan terutama dari sana.” (Akar Konflik Politik Islam di Indonesia, Dhurorudin Mashad, halaman xii).

Eep Saefulloh Fatah beberapa tahun lalu mengambil studi doktoral di Amerika. Kini mulai aktif kembali dalam kancah pemikiran politik di Indonesia. Dia seorang demokrat sejati dengan segudang optimisme tentang kehidupan rakyat yang adil, makmur, sentosa, aman, damai, bersatu, bermartabat, terhormat, mulia, berdaya, harmonis,…: melalui proses demokrasi! Pada sebagian orang, demokrasi telah menjadi nilai-nilai yang mengendap ke dasar keyakinan di hati. [Padahal dalam Islam, politik saja posisinya hanya sekedar wasilah (sarana), bukan prinsip fundamental. Apa lagi demokrasi?].

Saya masih ingat dialog Eep Saefulloh Fatah dengan HS. Dillon di sebuah stasiun TV. Setelah 10 tahun Reformasi, kondisi masyarakat malah acur mumur (hancur berantakan). HS. Dillon berkali-kali menanyakan ke Eep tentang ongkos besar di balik praktik politik selama ini. Tetapi Eep keukeuh dengan keyakinannya, bahwa demokrasi adalah jalan terbaik bagi bangsa Indonesia. Menyikapi situasi penderitaan masyarakat di era Reformasi, Eep begitu pintarnya mencari black sheep (baca: kambing hitam) dengan menyebut konstruksi kepemimpinan politik saat ini yang dianggapnya belum demokratis. Contoh, pada Pemilu 1999 PDIP memperoleh suara terbanyak, tetapi malah Gus Dur yang menjadi presiden. Atau Pemilu 2004, yang jadi presiden malah SBY dari Partai Demokrat.

Pendek kata, dalam pandangan Eep, Indonesia belum mencerminkan kondisi negara yang demokratis. Lalu apa komentar dia ketika menyaksikan kondisi keterpurukan Amerika saat ini? Bukankah disana adalah syurganya demokrasi? Entah, nanti “black sheep” siapa lagi yang akan dibawa-bawa…

Pentingnya Introspeksi
Pemikiran Eep Saefulloh yang layak dihargai, bahwa Ummat Islam perlu introspeksi diri. Lihatlah ke dalam, lihat berbagai kekurangan dan kelemahan diri. Ya, benar adanya. Introspeksi diri sangat penting. Dalam Islam ia dikenal dengan istilah muhasabah (menghitung-hitung kekurangan diri). Setiap manusia berakal pasti membutuhkan muhasabah atau evaluasi diri. Khalifah Umar Ra. mengatakan, “Hisablah diri kalian, sebelum kelak kalian akan dihisab (oleh Allah).” Benar, kita setuju sepenuhnya. Ummat Islam, baik sedang terpuruk atau berjaya, sedang dominan atau marginal, sedang di atas atau di bawah, saat sendiri atau berjamaah; kita semua butuh introspeksi diri, evaluasi diri, terus bermuhasabah.

Kalau mau jujur, kemauan untuk muhasabah bagi setiap orang, merupakan tanda bahwa yang bersangkutan berpeluang untuk maju. Siapapun yang anti muhasabah, merasa cukup dengan kemampuan dan ilmunya, merasa telah sempurna, dengan enggan melihat kesalahan-kesalahan diri; mereka akan kalah atau dikalahkan.

Kebangkitan bangsa Jerman setelah Perang Dunia I, hal itu muncul ketika mereka bersedia mengkoreksi kesalahan-kesalahannya, lalu melakukan konsolidasi internal. Sebaliknya, kegagalan Jerman dalam PD II itu justru terjadi ketika mereka memaksakan diri ingin mengalahkan Rusia. Jerman tidak menghitung kondisi internalnya dan tantangan eksternal yang akan dihadapi. [Jerman menyerang Rusia saat negeri itu menjelang musim dingin. Tentu saja, Rusia sangat “welcome” menyambut pasukan Nazi Jerman, untuk dikubur di bawah tumpukan salju].

Kondisi yang sama juga dialami Jepang. Gerakan Restorasi Meiji mencerminkan komitmen tinggi Jepang untuk melakukan perbaikan internal. Namun ketika Jepang memaksakan diri mendukung Jerman dan Itali dalam PD II, tanpa menghitung sejauhmana tantangan eksternal yang dihadapi, mereka pun dikalahkan. Akibat kekalahan itu, sampai hari ini Jepang masih harus meminta maaf atas kekejaman-kekejaman pasukannya di masa lalu kepada China, Korea, Indonesia, dan lainnya. Ketika suatu bangsa melakukan introspeksi, mereka bangkit; namun saat mereka arogan dan meninggalkan introspeksi, mereka pun dikalahkan. Situasi yang sama juga dihadapi Napoleon Bonaparte di Perancis.

Adalah nonsense bicara soal kebangkitan, tanpa introspeksi diri. Bahkan Al Qur’an memberikan landasan filosofis yang amat fundamental. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah (keadaan) suatu kaum, sampai mereka mengubah apa yang ada dalam diri mereka sendiri.” (Ar Ra’du: 11).

Ketika Rasulullah Saw. memimpin kaum Muslimin dalam Perang Hunain, banyak orang merasa arogan dengan jumlah pasukan yang banyak. Mereka merasa akan mudah mengalahkan suku-suku pedalaman Arab yang masih musyrik. Ternyata, jumlah yang banyak itu tidak berdaya menghadapi serangan-serangan kaum musyrikin. Pasukan kaum Muslimin kocar-kacir. Banyak yang melarikan diri dari medan pertempuran, sebelum diijinkan oleh Nabi Saw. Barulah ketika Nabi melakukan konsolidasi, memanggil Shahabat-shahabat terbaiknya dari kalangan Anshar dan Muhajirin, setelah itu perlahan-lahan kaum Muslimin bisa memukul mundur suku-suku pedalaman Arab, sampai mereka benar-benar dikalahkan dengan kerugian harta-benda sangat besar. (Lihat Surat At Taubah: 25-27).

Hampir bisa dipastikan, tidak akan ada kebangkitan, tanpa introspeksi diri. Bahkan dalam manajemen-manajemen modern, istilah evaluasi program sudah menjadi makanan sehari-hari. Mereka juga mengenal istilah analisa SWOT. Siapapun yang mau maju, pasti butuh evaluasi diri.

Tetapi saat kita menyadari pentingnya introspeksi diri, tidak berarti harus membuang teori konspirasi, atau menuduh teori itu sebagai buang-buang waktu, atau sejenis “kerjaan orang bodoh”. Tidak sama sekali. Pemahaman terhadap teori konspirasi tetap dibutuhkan oleh Ummat ini, bahkan sangat penting. Tidak mungkin sukses perjuangan suatu kaum, jika mereka buta terhadap konspirasi musuh-musuhnya. Rasulullah Saw. memerintahkan sebagian Shahabat melakukan kegiatan mata-mata atau pengintaian, karena ingin mengetahui konspirasi-konspirasi musuhnya? Sampai beliau mengatakan, “Al harbu khud’ah” (perang itu adalah tipu daya).

Pandangan Islam
Sebenarnya, ajaran Islam sangat memperhatikan posisi teori konspirasi –jika boleh disebut demikian-. Bahkan tema konspirasi (makar) sangat kuat dalam ajaran dan sejarah Islam. Minimal, kita diingatkan bahwa iblis dan bala tentaranya tidak kenal lelah melakukan konspirasi untuk menjerumuskan manusia ke dalam kesesatan. Begitu pula, orang-orang kafir selalu berkonspirasi untuk memurtadkan kaum Muslimin. Dalam Al Qur’an, “Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian, sampai mereka berhasil membuat kalian murtad dari agama kalian, seandainya mereka mampu (melakukan hal itu).” (Al Baqarah: 217).

Konspirasi dalam Al Qur’an disebut dengan istilah al makar atau al kaidu. Ayat-ayat tentang hal ini sangat banyak. Di antaranya yang sangat populer ialah: “Mereka membuat makar, dan Allah pun membuat makar. Sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pembuat makar (balasan).” (Ali Imran: 54). Dan ada pula ayat berikut: “Dan sungguh mereka telah membuat makar (yang besar), padahal di sisi Allah (balasan) makar mereka itu. Dan sungguh makar mereka itu dapat melenyapkan gunung (karena saking kejinya).” (Ibrahim: 46).

Dalam kisah para Nabi dan Rasul banyak disebutkan tentang makar-makar. Rata-rata musuh para Rasul membuat makar untuk menentang Kenabian. Minimal makar dengan kampanye menjelek-jelekkan dakwah Rasul. Saudara-saudara Yusuf As pernah membuat makar dengan memasukkan Yusuf ke dalam sumur, lalu mereka mengarang cerita dusta tentang “Yusuf dimakan srigala”. Fir’aun juga membuat makar untuk menghalangi dakwah Musa As. Samiri membuat makar “anak sapi” untuk menyesatkan Bani Israil. Romawi membuat makar untuk memberantas dakwah Zakariya, Yahya, dan Isa As. Adapun makar di jaman Nabi shallallah ‘alaihi wa sallam banyak sekali. Makar itu terutama dari kalangan musyrikin Makkah, Yahudi Madinah, dan kaum munafik Madinah.

Nabi shallallah ‘alaihi wa sallam berkali-kali hendak dibunuh. Pertemuan di Darun Nadwah Makkah merekomendasikan agar Nabi dibunuh secara bersama-sama oleh pemuda musyrikin. Sewaktu Nabi menempuh hijrah ke Madinah, beliau disayembarakan untuk dibunuh. Ketika di Madinah, Nabi hendak dibunuh oleh orang Yahudi dengan rencana dilempar penggilingan gandum dari atap rumah. Beliau pernah diracun oleh seorang wanita Yahudi melalui daging yang dihadiahkan kepadanya. Beliau juga pernah disihir oleh dukun Yahudi. Kaum Muslimin mengalami makar berkali-kali dari Abdullah bin Ubay dan kawan-kawan. Begitu pula Yahudi membuat makar besar dengan menjadi sponsor utama pasukan al ahzab (semacam Sekutu multi nasional).

Sejarah Islam menceritakan banyak fakta-fakta tentang makar. Khalifah Abu Bakar Ra. diganggu oleh Nabi palsu dan kaum murtadin (menolak membayar zakat). Khalifah Umar Ra. terbunuh karena konspirasi, begitu pula Khalifah Utsman Ra. dan Khalifah Ali Ra. Munculnya Khawarij dan Syi’ah juga bagian dari proses makar (konspirasi). Begitu pula Perang Salib melawan pasukan Nashrani Eropa, kehancuran Andalusia di Spanyol, penjajahan bangsa Eropa di Dunia Islam (Asia-Afrika), hancurnya Khilafah Islamiyyah Utsmaniyyah, munculnya negara-negara atas dasar nasionalisme, serta berdirinya Israel di Palestina, semua itu berbicara lugas tentang fakta besar: M A K A R !!!

Hingga pernah diceritakan, ketika Israel berhasil merebut Palestina, salah satu perwira pendukung Israel datang ke makam Shalahuddin Al Ayyubi rahimahullah. Disana dia mengejek Shalahuddin. Dia mengatakan, bahwa kemenangan Israel itu merupakan pembalasan atas kekalahan Barat dalam perang Salib. Jangan jauh-jauh, George Bush saja ketika menyerukan war against terrorism, dia mengklaim bahwa perangnya merupakan kelanjutan dari Crusade.

Jadi adalah sangat lucu kalau kita mengabaikan fakta konspirasi. Secara tekstual, ajaran Islam berbicara tentang hal itu. Dalam sejarah para Rasul As, sejarah Nabi Saw. dan Khulafaur Rasyidin radhiyallahu ‘anhum hal itu nyata terjadi. Begitu pula dalam sejarah Islam sejak awal sampai Turki Utsmani, bahkan sampai hari ini, makar terus diproduksi untuk merobohkan Islam.

Entah kita akan disebut Ummat sedungu apa, kalau mengingkari fakta konspirasi ini? Dan entah bagaimana lagi hendak menjelaskan, jika dalil-dalil segunung itu ditolak dengan alasan “teori orang malas”, bahkan “teori para pecundang”? Jangan-jangan orang yang mengatakannya sudah tidak beriman lagi? Na’udzubillah min dzalik. [Kalau Goenawan Mohamad memang kafir dan anti Islam. Tahun 2006, dia mendapat penghargaan Dan David Prize di Tel Aviv Israel. Hal itu disebutkan dalam buku Fakta dan Data Yahudi di Indonesia, oleh Rizki Ridyasmara].

Sejarah di Indonesia
Di Indonesia pun kita menjumpai banyak fakta konspirasi. Bukan lagi teori, tetapi fakta. Penjajahan VOC dan Belanda, Portugis, Inggris, Spanyol, dan Jepang di Indonesia adalah fakta tentang konspirasi. Ya, penjajahan itu bisa dibilang “mbah-nya” konspirasi. Lama sekali masa yang dijalani bangsa ini dalam penjajahan, sejak tahun 1600-an sampai 1945.

Politik devide et impera yang diterapkan Belanda (VOC) adalah konspirasi. Penipuan terhadap para pahlawan seperti Sultan Hasanuddin, Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Syaikh Yusuf, dll. dengan kedok perundingan damai, lalu yang bersangkutan ditangkap adalah konspirasi. Keterlibatan Snouck Hurgronje yang mengaku ulama dari Makkah, lalu meracuni pikiran rakyat Aceh, adalah konspirasi. Bahkan upaya mencuci otak anak-anak terbaik Indonesia dengan sistem pendidikan sekuler Belanda, melalui Politik Etik Douwes Decker, adalah konspirasi. Perundingan-perundingan dengan Belanda seperti Linggarjati, Renville, KMB, yang isinya selalu merugikan Indonesia, adalah konspirasi.

Bahkan konspirasi itu juga dilakukan sendiri oleh elit politik Indonesia sendiri. Soekarno sewaktu menyusun Pancasila, setuju dengan konsep “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Namun tanggal 18 Agustus 1945 saat pengesahan UUD 1945 dia mengingkari janjinya. Teks proklamasi yang ditulis tangan oleh Soekarno dengan coret-coretan juga konspirasi. Kebohongan Soekarno kepada rakyat Aceh tentang penerapan Syariat Islam, juga konspirasi. Sikap lunak Soekarno kepada PKI, meskipun telah memberontak di Madiun, adalah konspirasi. Sikap keras Soekarno kepada Masyumi dan tokoh-tokoh yang terlibat PRRI, adalah konspirasi. Dan lain-lain sangat banyak.

Kalau kita membaca sejarah Indonesia, sebagian besar adalah sejarah konspirasi. Ia merupakan sejarah yang berpihak kepada kaum sekuler dan anti Islam. Salah satu contoh, tentang Boedi Oetomo (BO). Kelahiran BO menjadi tonggak Kebangkitan Nasional. Padahal banyak orang tahu, BO itu organisasi etnik yang bersifat elitis, dan sangat kompromi dengan kepentingan Belanda. Bahasa pengantarnya saja Belanda. Tidak pernah terdengar BO melancarkan perang anti penjajahan. Sementara Syarikat Islam (SI) yang sangat pro kemerdekaan dan anti penjajahan, tidak pernah dihargai sebagaimana mestinya. Begitu pula, isi Sumpah Pemuda sangat mirip dengan slogan yang dikenal di kalangan Freemasonry. Melodi lagu Indonesia Raya pun tidak murni gubahan WR. Soepratman, tetapi dimodifikasi dari lagu-lagu klasik.

Banyak sekali fakta-fakta konspirasi yang kita dapati, sejak jaman Orde Lama, Orde Baru, sampai saat ini. Peristiwa Woyla, Tanjung Priok, Talangsari, Kupang, Ambon, Maluku Utara, Poso, dll. pekat beraroma konspirasi. Kerusuhan Mei 1998 pun tidak murni karena demo mahasiswa. Ada tangan-tangan kuat yang bermain di baliknya. Terutama IMF, USAID, media-media TV, dan LSM-LSM pro asing di Indonesia. Pemerintah Abdurrahman Wahid sarat dengan misi konspirasi. Hingga Bom Bali tanggal 12 Oktober 2002, khususnya bom yang meledak di Sari Club, sampai saat ini masih menyisakan banyak misteri.

Banyak sekali fakta tersebut. Disana ada peristiwa-peristiwa besar yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia, tetapi tidak bisa dicarikan jawabannya dengan berita-berita umum yang beredar di media massa. Contoh, kerusuhan Ambon 19 Januari 1999. Korban yang meninggal sangat banyak, hingga mayat-mayat yang membusuk di pantai. Kota Ambon sendiri rasanya hancur total. Di pemukiman Muslim, masih tersisa satu bangunan Masjid Al Fatah. Trauma pasca kerusuhan ini tidak akan hilang sampai beberapa generasi ke depan. Pertanyaannya, mungkinkah kerusuhan besar itu terjadi hanya karena pertengkaran sopir angkot di terminal Mahardika? Lihatlah antara akibat yang timbul dan penyebabnya terdapat jurang kesenjangan yang amat jauh. Sangat dungu orang yang mengabaikan fakta konspirasi dalam kasus ini.

Konspirasi Kelas Dunia
Di dunia internasional sendiri sangat banyak konspirasi. Sebagian konspirasi itu akhirnya terbongkar, sebagian lain masih misterius. Dan negara yang sangat banyak “memproduksi” konspirasi adalah Amerika. CIA sendiri adalah dinas intelijen yang paling sibuk ngurusi negara lain. Keringat agen-agen CIA bisa tercium di setiap meja pemerintahan-pemerintahan di dunia; bau mulut agen-agen CIA masih menempel di kabel-kabel saluran telepon khusus.

Harus dicatat bahwa berbagai konspirasi itu memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan manusia di dunia. Sebagiannya adalah sebagai berikut:

1. Penetapan hak veto bagi 5 negara besar di PBB. Ummat Islam yang jumlahnya sekitar 1 miliar di dunia tidak mendapat 1 pun hak veto. Sementara Inggris dan Perancis yang kecil memperolehnya.


2. Perang dingin Amerika-Uni Soviet adalah medan perang konspirasi luar biasa. Hingga Hollywood pun dilibatkan dalam perang itu.


3. Pendaratan Niel Amstrong Cs. ke bulan adalah misteri besar. Seandainya Amerika telah mampu kesana, mengapa hal itu tidak mampu lagi diulang di jaman modern ini? Bukankah perkembangan teknologi semakin canggih? Bahkan meledaknya dua pesawat ulang-alik Amerika, Columbia dan Challenger, adalah fakta yang tidak terbantah bahwa menembus angkasa sangat sulit.


4. Penerimaan teori Evolusi Darwin sebagai bagian dari sains modern adalah konspirasi luar biasa. Bukan hanya karena teori itu tidak pernah mampu dibuktikan secara empirik di laboratorium; tetapi juga karena berbagai teror dialamatkan kepada ilmuwan-ilmuwan yang menolak teori itu.


5. Penggulingan penguasa-penguasa politik di Dunia Ketiga banyak dibidani oleh CIA, baik di Asia maupun Afrika. Contoh, jatuhnya Soekarno, Reza Pahlevi, Pol Pot, Farah Aidit, dll.


6. Skandal Iran Kontra. Skandal ini sangat mempermalukan Amerika di dunia internasional. Dalam opini dunia, Amerika sangat bermusuhan dengan Iran. Tetapi di bawah permukaan, mereka kerjasama dengan Iran dalam soal minyak. Lalu hasilnya dimanfaatkan untuk membeli senjata dalam rangka mendukung gerilyawan Kontra di Nikaragua.


7. Kebijakan Glasnost dan Perestroika Michael Gorbachev adalah bentuk konspirasi, sehingga Komunis Uni Soviet bubar. Kebijakan Gorbachev itu hanya untuk mengalihkan perhatian dunia dari kekalahan Uni Soviet di medan perang Afghanistan.


8. Perang Teluk I 1990-1991 adalah bentuk konspirasi. Saddam Husein pernah mengaku, bahwa sebelum penyerangan Irak ke Kuwait, duta besar Inggris dan Perancis terus memprovokasi Irak agar menyerang Kuwait. Tetapi setelah serangan dilakukan, Saddam Husein malah diadili dunia di bawah komando Amerika. Ini adalah kebusukan luar biasa. Saddam dan Irak dijebak dalam skenario mematikan. Di atas kertas mereka salah, padahal provokator serangan ke Kuwait adalah Inggris dan Perancis.


9. Krisis moneter regional di kawasan Asia tahun 1997 adalah hasil konspirasi antara lembaga-lembaga keuangan dunia, bandar mata uang asing (seperti George Soros), dan para konglomerat penghutang (debitor).


10. Tragedi WTC 11 September 2001 adalah konspirasi terbesar awal abad 21. Banyak peneliti yang membahas masalah ini.


11. Penggulingan Pemerintahan Thaliban setelah Tragedi WTC adalah konspirasi. Masalah utamanya, Thaliban tidak mau tunduk dalam aturan Amerika soal pasokan energi dari Asia Tengah.


12. Serangan Sekutu ke Irak 2003 atas nama “senjata pemusnah massal” adalah konspirasi luar biasa. Ia malah bisa disebut sebagai kejahatan perang. Sebab menurut inspeksi PBB, instalasi informasi senjata pemusnah massal di Irak adalah bohong belaka. Bahkan eksekusi mati terhadap Sadam adalah tindakan kejahatan internasional yang tidak termaafkan. Serangan ke Irak itu sendiri tidak sah, apalagi penggulingan kekuasaan, dan eksekusi terhadap pemimpin sebuah negara berdaulat.


13. Penjara-penjara Amerika untuk tertuduh terorisme seperti Guantanamo, Abu Ghraib, Begram, Kandahar, dll. adalah bentuk konspirasi juga. Dan banyak contoh-contoh lain.



Tanda bahwa semua itu konspirasi sangat sederhana. Satu, semua itu memberi dampak luar biasa dalam kehidupan manusia. Dua, opini yang berkembang di tengah masyarakat tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental seputar kasus-kasus di atas. Misalnya, klaim bahwa Usamah bin Ladin dan jaringan Al Qa’idah merupakan pelaku peledakan WTC. Klaim ini tidak mampu dibuktikan. Usamah dan lain-lain tidak mampu menjelaskan bagaimana detail kronologi peledakan WTC itu. Usamah bisa menjadi instruktur militer tercanggih di dunia jika benar-benar mampu menjelaskannya. Tidak ada satu pun satuan militer di dunia berani mengklaim bisa merancang aksi seperti itu. Bahkan benarkah peledakan pesawat bisa menghancurkan gedung semegah WTC hanya dalam hitungan beberapa menit?

Kalau kita tidak percaya dengan teori konspirasi, berarti kecerdasan kita sangat memprihatinkan. Kita tidak pernah berpikir secara logis, tetapi selalu mempercayai bahwa segala sesuatu terjadi secara kebetulan. Ini sangat mengerikan!

Bukan Pemikiran Pecundang
Goenawan Mohamad mengklaim bahwa teori konspirasi adalah “teori orang malas”. Eep Saefulloh Fatah menambahkan lebih tajam, “teori para pecundang”. Ungkapan-ungkapan seperti ini menurut saya justru keliru. Orang-orang yang mempercayai teori konspirasi adalah mereka yang memiliki intelijensi lebih tinggi. Mereka tidak menerima begitu saja setiap informasi yang dipublikasikan. Mereka memikirkan kemungkinan terbalik dari apa yang tampak di permukaan.

Dalam dunia intelijen, teori konspirasi menjadi madzhab utama. Anggota intelijen dibiasakan memikirkan segala sesuatu secara terbalik. Semua itu membutuhkan kekuatan berpikir yang tinggi. Tidak berlebihan jika dinas tersebut disebut intelligence; kumpulan orang-orang pintar.

Dari sisi lain, di dunia sangat banyak gerakan-gerakan politik yang bekerja secara konspiratif (gerakan bawah tanah). Hampir di setiap negara ada gerakan seperti itu, termasuk di Indonesia. Di antara mereka benar-benar murni gerakan bawah tanah, tidak pernah mengekspose diri ke permukaan. Contoh gerakan-gerakan yang bekerja secara rahasia: Macan Tamil Elam di Srilangka, MILF di Filipina, ANC di Afrika Selatan (dulu), IRA di Irlandia, Basque di Spanyol, Quebec di Kanada, Jihad Islam di Palestina, Al Qa’idah di Irak, Hizbullah di Libanon, dll. Semua pengamat mengerti tentang realitas ini. Bahkan mencermati perkembangan politik tanpa memikirkan elemen-elemen seperti itu adalah nonsense. Kalangan Yahudi termasuk yang memiliki gerakan-gerakan under ground sangat militan. Termasuk organisasi mantel Yahudi seperti Freemasonry, Illuminati, Ksatria Templar, Rotary Club, Lions Club, dll. Begitu juga dalam bidang kriminalitas ada Mafia Sicilia, Mafia Rusia, Mafia China (Triad), Mafia Kolumbia, dll. Mereka bekerja saat orang lain tertidur, dan mereka tidur saat orang lain bekerja. Begitulah logikanya.

Dalam politik juga begitu. Teori konspirasi banyak dipakai untuk membuat analisis politik. Medan politik adalah medan perang kepentingan; namun perang ini tidak memakai senjata dan amunisi. Ia adalah perang manuver-manuver politik untuk memperoleh akses politik sebesar-besarnya. Siapapun yang membuat manuver politik hanya berdasarkan kenyataan-kenyataan terbuka yang tampak di atas permukaan, dia akan gagal. Politik yang bekerja sesuai opini umum adalah politik orang awam, bukan politik cerdas yang efektif.

Singkat kata, teori konspirasi bukan “teori orang malas” atau “teori para pecundang”. Ia adalah teori yang menunjukkan level berpikir lebih tinggi dari standar orang biasa. Orang malas tidak akan sampai ke pemahaman teori konspirasi, apalagi para pecundang. Ungkapan Eep Saefulloh Fatah di atas adalah salah secara komprehensif. Ia lebih tampak seperti retorika tanpa arti.

Metode Sederhana
Secara umum, hakikat konspirasi itu nyata. Dengan berbagai cara Allah Ta’ala mengingatkan kita tentang bahaya konspirasi. “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh kalian, maka jadikan ia musuh kalian. Sesungguhnya syaitan itu menyeru bala tentaranya untuk menjadi penghuni neraka sa’ir.” (Faathir: 6). Menolak konspirasi akan membawa kita mengkufuri ajaran Islam. [Meskipun tentu saja, ajaran Islam tidak hanya bicara soal konspirasi].

Dalam menyikapi sesama Muslim, kita tidak boleh memakai kerangka teori konspirasi. Ia hanya digunakan untuk menyikapi berbagai golongan anti Islam, apapun bentuk dan eksistensinya. Terhadap sesama Muslim yang dikenal baik komitmen kepada agamanya, berlaku prinsip husnuzhan (baik sangka). Kepada non Muslim, sekularis, kalangan anti Islam, aliran sesat, dan orang-orang yang sudah terkenal kejahatannya, sudah sewajarnya kita su’uzhan. Su’uzhan dalam kondisi seperti itu tidak merugikan. Jika kita benar, maka kita terselamatkan dari bahaya mereka; jika kita salah, setidaknya sudah melakukan ikhtiar kewaspadaan. Seorang Muslim wajib waspada kepada semua elemen-elemen musuhnya.

Bagaimana kalau ada yang menyebut usaha kewaspadaan sebagai perbuatan “orang malas” atau “para pecundang”? Jawabnya sederhana: Orang yang mengatakan itu tidak mengerti ajaran Islam! Bahkan dia termasuk manusia polos yang percaya begitu saja setiap informasi yang bertebaran di masyarakat. Dan yang lebih memprihatinkan, logika berpikirnya tidak berjalan lancar. Betapa banyak kenyataan-kenyataan besar yang tak mampu dicarikan jawabannya melalui opini umum. Apakah semua itu terjadi karena kebetulan? [Jawaban Anda atas pertanyaan ini akan mencerminkan posisi keilmuwan dan wawasan Anda!].

Agar kita selalu mendapat petunjuk Allah Ta’ala dalam menyikapi berbagai realitas, hendaknya selalu taat kepada-Nya. “Wahai orang-orang beriman, jika kalian bertakwa kepada Allah, maka Dia akan mengadakan bagimu furqan (pembeda antara al haq dan al bathil).” (Al Anfaal: 29).

Sebagai catatan terakhir, pemimpin Ikhwanul Muslimin di Mesir, Syaikh Hasan Al Banna rahimahullah, beliau menjadikan materi ghazwul fikri (perang pemikiran) sebagai salah satu materi penting tarbiyah dakwahnya. Sebagaimana namanya, ghazwul fikri berarti kancah perang pemikiran. Sampai ada satu hikmah besar: “Bahwa kenyataan hidup yang dihadapi Ummat Islam kerap kali mengikuti jadwal konspirasi yang diterapkan atas mereka.” Wallahu a’lam bisshawaab.

Ciri-ciri Pemimpin Berkarakter.

Ciri-ciri Pemimpin Berkarakter.
Oleh: Abdul Rahman Kadir, MM

Aktualisasi karakter kepemimpinan yang diharapkan bangsa dan negara adalah yang mampu mengantarkan anak bangsa dari ketergantungan (dependency) menuju kemerdekaan ( independency ), selanjutnya menuju kontinum maturasi diri yang komplit ke saling tergantungan

(interdependency), memerlukan pembiasaan melalui contoh keteladanan perilaku para elite politik yang bergerak di eksekutif, yudikatif dan legislatif dalam taman sari demokrasi yang kondusif. Habitat yang dapat dijadikan persemaian karakter pemimpin itu antara lain harus dapat menumbuh suburkan dan mengembangkan perilaku dan sifat-sifat seperti :

1. Kesadaran diri sendiri (self awareness) jujur terhadap diri sendiri dan terhadap oranglain, jujur terhadap kekuatan diri, kelemahan dan usaha yang tulus untuk memperbaikinya.

2. Dasarnya seseorang pemimpin cenderung memperlakukan orang lain dalam organisasi atas dasar persamaan derajad, tanpa harus menjilat keatas menyikut kesamping dan menindas ke bawah. Diingatkan oleh Deepak Sethi agar pemimpin berempati terhadap bawahannya secara tulus.

3. Memiliki rasa ingin tahu dan dapat didekati sehingga orang lain merasa aman dalam menyampaikan umpan balik dan gagasan-gagasan baru secara jujur, lugas dan penuh rasa hormat kepada pemimpinnya.

4. Bersikap transparan dan mampu menghormati pesaing ( lawan politik ) atau musuh, dan belajar dari mereka dalam situasi kepemimpinan ataupun kondisi bisnis pada umumnya.

5. Memiliki kecerdasan, cermat dan tangguh sehingga mampu bekerja secara professional keilmuan dalam jabatannya. Hasil pekerjaanya berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

6. Memiliki rasa kehormatan diri ( a sense of personal honour and personal dignity ) dan berdisiplin pribadi, sehingga mampu dan mempunyai rasa tanggungjawab pribadi atas perilaku pribadinya. Tidak seperti saat ini para pemimpin saling lempar ucapan pedas terhadap rekan sejawatnya yang berbeda aliran politiknya.

7. Memiliki kemampuan berkomunikasi, semangat " team work ", kreatif, percaya diri, inovatif dan mobilitas.

Karakter Amanah

Karakter Amanah
Oleh: Resa Gunarsa


''Dan (orang-orang yang beriman itu adalah) orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang dipikulnya) dan janjinya.'' (QS Almukminun [23]: 8).
Sifat amanah yang sangat ditekankan dalam Islam begitu menguntungkan.

Tidak hanya bagi diri sendiri, tapi juga orang lain. Proses interaksi sosial yang kondusif dalam sebuah masyarakat hanya akan terwujud jika setiap individu memiliki komitmen yang baik terhadap kepercayaan, kejujuran, kesungguhan, keadilan, sportivitas, istikamah, serta tanggung jawab. Dan, semua itu lahir dari karakter amanah.

Rasulullah SAW adalah teladan paling sempurna dalam soal amanah. Beliau digelari al-amin, sosok yang tepercaya dan amanah. Sebelum dan sesudah pengutusan, orang-orang Quraisy biasa menitipkan barang-barangnya kepada Rasulullah. Saat beliau hijrah, Ali ibn Abi Thalib radhiallahu anhu yang saat disuruh mengembalikan barang-barang titipan tersebut kepada pemiliknya.

Kezaliman, dusta, manipulasi, permusuhan, dan berbagai pelanggaran moral yang terjadi di tengah masyarakat adalah ciri rendahnya komitmen amanah dan meruyaknya karakter khianat. Akibatnya, sendi-sendi agama, kehormatan, harta, ilmu, kekuasaan, penegakan hukum, dan lain sebagainya menjadi hancur. Rasulullah bersabda, ''Jika amanah diabaikan, maka tunggulah hari kiamat.'' (HR Bukhari).

Ibnu Al-Jauzi menyatakan, seperti yang dinukilkan dari sebagian ahli tafsir, bahwa terma amanah dalam Alquran meliputi tiga aspek perbuatan. Pertama, pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama. Ini terdapat dalam firman Allah, ''Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.'' (QS Al-Anfal [8]: 27).

Ibadah berupa ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah titipan amanah paling besar yang dibebankan kepada manusia. Allah berfirman, ''Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.'' (QS Adzdzariyat [51]: 56). Maka, jika manusia tidak mau beribadah kepada Allah, berarti ia telah berlaku khianat.

Kedua, penyampaian yang baik. Seperti dalam firman Allah, ''Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.'' (QS Annisa [4]: 58). Dan ketiga, penjagaan kepercayaan yang diberikan orang lain. Seperti dalam firman Allah, ''.... Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.'' (QS Al-Qashash [28]: 26). Semoga kita termasuk golongan yang mampu mengemban amanah.

Menjemput Rejeki

Menjemput Rejeki
Oleh: Abdul Rahman


''Janganlah merasa bahwa rizkimu datangnya terlambat. Karena, sesungguhnya, tidaklah seorang hamba akan meninggal hingga telah datang kepadanya rizki terakhir yang telah ditentukan untuknya. Maka, tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizki, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram.'' (HR Al-Hakim). Sering kali, manusia diliputi rasa gundah dan putus asa atas kepastian rizki yang akan diperolehnya. Apalagi, di tengah kondisi perekonomian bangsa yang kian terpuruk. Kenaikan harga sembako, maraknya PHK, sempitnya lapangan kerja, serta minimnya keahlian yang dimiliki menjadi momok yang menakutkan.

Di tengah kondisi krisis ekonomi, mestinya tidak menjadikan seseorang putus asa akan karunia Allah SWT jika saja mengimani hadits di atas. Rasa putus asa dan kekhawatiran yang berlebihan justru akan lebih mempersulit terbukanya pintu rizki yang telah digariskan. Rasa yakin dan optimis mestinya terus dipupuk dalam hati akan datangnya rizki Allah, dengan dibarengi usaha maksimal dan tawakal tentunya.

Dalam Alquran, Allah SWT memerintahkan hambanya untuk terus yakin dan optimis akan datangnya anugerah serta karunia-Nya dengan cara menghempaskan jauh-jauh rasa putus asa tersebut dalam lubuk hati seorang Mukmin. ''... dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya, tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.'' (QS Yusuf [12]: 87).

Tugas manusia adalah menjemput rizki dengan berusaha dan berdoa sebaik-baiknya sesuai etika dan jalan yang dibenarkan Allah dan Rasul-Nya. Adapun, setelah itu, kita diperintahkan untuk menyerahkan segala hasil jerih payah kita sepenuhnya pada Allah SWT.Mustahil bagi Allah SWT menyalahi janji pada hambanya yang telah berusaha sekuat yang ia mampu. Karena, sesungguhnya, ia akan mendapatkan balasan selaras dengan usaha yang telah dikerahkan. ''Dan, katakanlah, bekerjalah kamu sekalian.

Maka, Allah dan Rasul-Nya beserta orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu dan kamu akan dikembalikan kepada-Nya yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata. Lalu, diberikan-Nya kepada kamu apa yang kamu kerjakan.'' (QS Attaubah [9]: 105). Jiwa pantang menyerah dan tidak putus asa adalah karakter seorang Muslim. Maka, maksimalkanlah segala kemampuan yang dimiliki untuk menjemput jatah yang telah ditetapkan. Karena, itu adalah ibadah.

Krisis Finansial 2008: Rendahnya Kejujuran, Kredibilitas dan Keberpihakan

Krisis Finansial 2008: Rendahnya Kejujuran, Kredibilitas dan Keberpihakan
Oleh: Eramuslim.net

Krisis finansial yang terjadi saat ini bukanlah hal yang mengagetkan dan datang secara tiba-tiba. Tim Indonesia Bangkit (TIB) telah mengingatkannya berulangkali akan bahayanya financial bubbles. ECONIT pada awal Januari 2008 ini dalam paparan ECONIT “Economics Outlook 2008” menyebutkan bahwa tahun 2008 sebagai The Year of The Bubbles (tahun gelembung) yang dapat pecah sewaktu-waktu bila pemerintah tidak mengantisipasi peningkatan gelembung finansial yang semakin meng-khawatirkan tersebut.

Sebagai contoh pada awal Januari 2008, jumlah emiten yang mencatat PER di atas 50 kali mencapai 51 emiten, 26 emiten di antara-nya memiliki PER di atas 100 kali dan bahkan 11 emiten diantaranya memiliki PER lebih dari 300 kali. Peningkatan harga saham yang jauh melebihi kinerja fundamental tersebut merupakan gejala balon finansial.

Dalam paparan ECONIT “Economics Outlook 2008” tersebut disebutkan bahwa pada tahun 2008 kemungkinan resesi di Amerika semakin tinggi, dipicu oleh kelemahan struktural ekonomi Amerika dalam bentuk defisit neraca perdagangan (US$ 850 miliar), defisit transaksi berjalan (6 persen GDP), dan ancaman inflasi energi. Koreksi, bahkan kemungkinan resesi, ekonomi Amerika akan punya dampak luas terhadap ekonomi Indonesia yang tengah mengalami peningkatan gelembung di sektor finansial termasuk bursa dan kredit konsumsi.

Sayangnya, menurut TIB, peringatan tersebut tidak diantisipasi oleh pemerintah. Menko Perekonomian Boediono malah membantah kemungkinan pecahnya gelembung finansial tersebut. Demikian juga Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa Rizal Ramli mengada-ada dan sekedar mencari popularitas. “Akibat kesombongan dan percaya diri yang berlebihan dari menteri-menteri ekonomi SBY tersebut, pemerintah merasa terlalu percaya diri dan tidak melakukan langkah-langkah antisipatif untuk memperkuat ekonomi nasional,” tulis TIB.

Namun demikian, ketika prediksi pecahnya gelembung finansial tersebut benar-benar terjadi, pemerintah langsung panik dengan melakukan tutup-buka-tutup-buka di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kebijakan tutup-buka-tutup-buka (TB-TB) tersebut, semakin menimbulkan kepanikan di kalangan bisnis. Kebijakan TBTB tersebut mempunyai dampak psikologis yang dapat lebih berbahaya.


Financial Bubble & Statements Bubble

Tim Indonesia Bangkit melihat, peningkatan kinerja makroekonomi Indonesia selama 4 tahun pemerintahan SBY seperti pertumbuhan ekonomi, nera-ca pembayaran dan cadangan devisa, lebih banyak ditopang oleh peningkatan ekspor yang dipicu oleh kenaikan harga komoditas di pasar dunia dan peningkatan aliran masuk modal spekulatif (hot money).

Dijelaskan selama 2006-2008, cadangan devisa Indonesia meningkat dramatis dari sekitar US$ 35 miliar pada akhir 2005 menjadi sekitar US$ 57 milyar pada akhir 2007 dan US$ 60,5 milyar pada akhir Juli 2008. Namun demikian, kata TIB, peningkatan cadangan devisa tersebut ternyata tidak didukung oleh peningkatan produktivitas dan daya saing ekspor (export competitiveness) maupun peningkatan aliran investasi langsung. “Peningkatan cadangan devisa lebih banyak disebabkan oleh kenaikan ekspor akibat melonjaknya harga internasional komoditas pertambangan dan perke-bunan (price driven export growth). Dari komposisi produk penyumbang ekspor, jelas terlihat bahwa kenaikan ekspor lebih banyak disumbang oleh kenaikan harga ekspor komoditi primer seperti nikel, tembaga, batu bara, CPO, dll,” jelas TIB.

Menurut TIB, kinerja ekonomi yang lebih banyak ditopang oleh peningkatan ekspor dari kenaikan harga komoditas di pasar dunia dan peningkatan aliran masuk modal spekulatif (hot money) telah mendorong kenaikan harga saham sangat tinggi di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan sektor properti komersial. Indeks Harga Saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah meningkat dramatis. Pada tahun 2007, kenaikannya mencapai 52 persen. Peningkatan indeks harga saham seba-gian disebabkan oleh tingginya harga komoditas internasional (25-30 persen nilai bursa) yang mendorong peningkatan keuntungan pada emiten perkebunan dan pertambangan. Investor bahkan tidak lagi mengindahkan kondisi fundamental dari emiten-emiten yang ada di BEI.

Secara cepat dan pasti, sejak tahun 2007 mulai terbentuk balon finansial (financial bubble) yang semakin mengge-lembung pada tahun 2008 seperti di pasar modal, kredit konsumsi, seperti kredit sepeda motor, kartu kredit, properti komersial, mulai terbentuk gejala sejenis subprime lending. Aliran modal speku-latif telah menggelembungkan nilai aset finansial dan memperkuat nilai tukar rupiah. Namun demikian, ketika terjadi arus balik seperti yang terjadi pada bulan Oktober 2008 ini, nilai aset finansial dan nilai tukar rupiah terperosok cukup signifikan.

Di sisi lain, kenaikan nilai aset finan-sial yang sangat tinggi justru memper-lambat perkembangan sektor riil. Sebab, jika tingkat return di sektor finansial jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat return di sektor riil, pemilik modal akan cenderung melakukan investasi di sektor finansial dibandingkan sektor riil. Akibatnya, kesenjangan antara sektor finansial dengan sektor riil semakin melebar. Sektor finansial terus meng-gelembung, sementara sektor riil semakin terpuruk, sehingga terjadi missing link antara perkembangan sektor finansial dan sektor riil.


Statements Bubble

Kinerja ekonomi makro yang seolah “kuat” karena ditopang oleh faktor eksternal, yaitu hanya komoditas, finan-cial bubbles malah diklaim sebagai keberhasilan pemerintah. Padahal menurut TIB, selama ini pemerintah berulangkali mengeluarkan publikasi, pernyataan dan klaim bahwa ekonomi sudah on the track, fundamental ekonomi kokoh dan lain sebagainya. Namun ketika gejolak ekonomi terjadi ternyata bahwa “kekuatan” tersebut sangat rapuh dan dengan cepat pemerintah menyalahkan faktor eksternal sebagai penyebabnya.

Pada ECONIT Economic Outlook 2008 hal 5 dituliskan bahwa “Pemerintah SBY akan semakin aktif mengeluarkan pernyataan balon (bubble statements) pada tahun 2008, dalam bentuk per-nyataan PR yang super-optimis dan tidak sesuai dengan realitas yang terjadi di sektor riil dan masyarakat. Jika sibuk membuat pernyataan balon, sulit meng-harapkan pemerintah fokus pada penye-lesaian masalah yang riil”.

TIB pun telah mencatat beberapa statements bubbles, di antaranya seperti klaim kokohnya fundamental ekonomi. Padahal fundamental ekonomi tidak dapat dikatakan kokoh tanpa dukungan kuatnya sektor riil. Selama pemerintahan SBY justru telah terjadi kemerosotan di sektor riil dan telah terjadi percepatan de-industrialisasi.

Statements bubble yang cukup feno-mena,l menurut TIB, adalah klaim bahwa telah terjadi pengurangan kemiskinan dan klaim bahwa kenaikan BBM akan mengurangi kemiskinan. Klaim ter-jadinya pengurangan pengangguran saat itu direkayasa dengan melakukan peru-bahan waktu survei dari bulan Februari ke bulan Juni 2008 pada puncak masa panen raya. Demikian juga perubahan angka kemiskinan belakangan ini terjadi dengan cara mengubah methodologi. “Berbagai rekayasa prestasi kinerja ekonomi ala pemerintah SBY dengan akrobat statistik semakin mengurangi kredibilitas pernyataan pemerintah sehingga dikenal apa yang disebut sebagai 'SBY-GA'” yaitu perbedaan antara klaim kinerja dan realita di lapangan yang dihadapi rakyat dan sektor riil,” papar TIB.

Tidak adanya Keberpihakan dan Rendahnya Kredibilitas Respon Kebijakan

Mencermati respon kebijakan Peme-rintah SBY selama beberapa minggu terakhir yang sangat tidak memadai untuk menghadapi dampak global, Tim Indonesia Bangkit (TIB) kembali men-desak pemerintah SBY untuk segera megubah haluan kebijakan ekonomi dengan meninggalkan jalur (track) kebi-jakan ekonomi neoliberal yang hanya berpihak kepada sekelompok elit pemilik modal dengan kebijakan ekonomi yang lebih proaktif, di sisi moneter, fiskal, industri keuangan, perdagangan dan sektor riil, serta lebih berpihak pada kepentingan masyarakat luas. Langkah ini harus dilakukan untuk menghin-darkan Indonesia dari kemerosotan ekonomi yang lebih cepat (hard landing).

Sangat disayangkan, kata TIB, Tim Ekonomi SBY asal membantah berbagai peringatan dini atas krisis sehingga praktis tidak ada langkah antisipatif yang dilakukan Pemerintah SBY. Saat ekonomi Indonesia mulai bergejolak, Pemerintah SBY panik seolah dampak resesi AS dan bubble keuangan tersebut muncul tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi sebelum-nya.

Bahkan respon yang dipilih oleh Pe-merintah SBY pun lebih berpihak kepada kepentingan asing dan sarat conflict of interest. Kenyataan ini sesungguhnya sama sekali tidak mengejutkan bila kita flashback dan membuka kembali paper TIB 19 April 2005: “Tim Ekonomi: Tidak Mengabdi Kepada Kepentingan Rakyat”, yang memprediksi bahwa arah kebijakan ekonomi Pemerintah SBY-JK dipastikan akan sangat dipengaruhi oleh komposisi tim ekonomi yang dipenuhi oleh mereka yang akan menjadi kepanjangan tangan kepentingan asing dan tunduk pada garis IMF/Bank Dunia serta para pengusaha pemburu rente. [pendi/diolah dari Paper Tim Indonesia Bangkit/www.suara-islam.com]

Fluid Pelaku “Kondomisasi” Dikategorikan "Pembohong Agama"

Fluid Pelaku “Kondomisasi” Dikategorikan "Pembohong Agama"
Oleh: Eramuslim.net

Menurut hukum Islam, kampanye “kondomisasi” hukumnya sama dengan memfasilitasi orang berbuat zina. Tergolong fitnah fiiddin dan dosa besar

Penyebaran virus HIV/AIDS sudah sangat massif. Oleh karena itu, pembagian kondom secara gratis merupakan solusi terakhir dan cara paling aman untuk mencegah menjalarnya penyakit mematikan ini.

Namun, apakah betul demikian? Pembagian ribuan kondom gratis atau kondomisasi dapat mencegah penyebaran HIV/AIDS?. Alih-alih mencegah, malah menyuburkan free sex. Masyarakat setidaknya digiring untuk membolehkan seks bebas asal pakai kondom.

Nampaknya cara berfikir seperti ini ditolak mentah-mentah oleh kalangan ahli Fikih (Hukum Islam). Prof. Dr. Chuzaimah Tahido Yanggo mengatakan, pembagian kondom sama halnya menyuruh orang berzina. Menurutnya, pembagi kondom tersebut sama artinya menfasilitasi orang untuk berzina.

“Walaupun pembagi tersebut tidak berzina, namun perbuatannya itu hukumnya tetap haram dan berdosa,” katanya.

Menurut Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, berdasarkan (QS. al-Mai'dah: 2), yang buntinya, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

Bagi Chuzaimah, membagikan kondom termasuk menolong orang untuk bermaksiat. Dengan adanya kondomisasi orang dengan leluasa akan berzina. Padahal mendekati zina saja dilarang, apalagi berzina. Sebagaimana dalam QS, Al-Israa: 32: “Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah faahisah (perbuatan yang keji) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh oleh seseorang.”

Bagi Chuzaimah, para ulama menjelaskan bahwa firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang disebutkan itu tak ada perselisihan. “Janganlah mendekati zina”, maknanya lebih dalam dari perkataan: “Janganlah kamu berzina” itu sendiri. Tafsirnya dapat dijelaskan jJanganlah mendekati yang berhubungan dengan zina, membawa kepada zina, apalagi sampai berbuat zina.

“Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa zina termasuk Al-Kabaa'ir (dosa-dosa besar) berdasarkan ayat di atas dan sabda Nabi yang mulia Shallallahu 'alaihi wa sallam,” ujarnya.

Selanjutnya, Chuzaimah menyebut betapa ruginya orang berbuat zina. “Karena kerasnya larangan tersebut, wajar jika pezina ditimpa virus HIV/AIDS, dan itu masih siksa di dunia, belum di nereka,” tambahnya.

Fitnah Fiiddin

Senada dengan Chuzaimah, Ketua MUI Jatim, Abdul Shomad juga mengatakan, pembagian kondom adalah langkah praktis yang meniru-niru Barat. Padahal, bila mau menimbang mafasadah-nya lebih banyak daripada maslahah-nya. Dan pembagian kondom tersebut tidak lain hanya untuk menyuburkan praktek perzinahan.

Dua pernyataan di atas dikuatkan, Abdul Kholik Lc. Pengasuh konsultasi Fikih di situs www.hidayatullah.com. Menurut Dosen STAIL Hidayatullah Surabaya ini, kondomisasi merupakan tindakan melindungi perilaku penyimpangan atau perzinahan.

“Jangan karena alasan AIDS susah diberantas, lalu pembagian kondom dilakukan,” katanya. Lebih dari itu, menurutnya, pembagian kondom merupakan bentuk pembodohan dan pembohongan kepada masyarakat. Mereka ingin mendistorsi (memutarbalikkan) fakta bahwa 'zina itu haram' asal dengan pendekatan seks aman (safe sex) atau memakai kondom.

Kholik, mengatakan bahwa pelaku kondomisasi termasuk dalam kategori fitnah fiddin atau pembohongan terhadap agama. Karena mencoba menghalalkan perzinahan dengan dalih kondom. Sebetulnya, mereka ingin free sex tetap tumbuh subur. Tindakan pembagian kondom tersebut, termasuk dalam kategori haram serta berdosa.

Hal ini menurut Kholik sesuai dengan QS. An-Nur,19, yaitu: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak Mengetahui.”

Menurut Kholik, ada dua kesalahan yang sering dilakukan oleh pemerintah dan para pegiat HIV/AIDS adalah memberantas virus tersebut bukan dari akarnya. Seperti kondom, bila mau mengukur sejauhmana efektifitas kondom dalam menekan laju penyebaran HIV/AIDS justru lebih banyak mafsadah (kerusakannya) ketimbang manfaatnya.

“Tidak ada ceritanya dengan menggunakan kondom, lalu free sex akan berkuranng,” katanya.

Kedua, faktor lokalisasi. Tidak dimungkiri, adanya lokalisasi atau prostitusi legal di sejumlah tempat yang jumlahnya kini kian meningkat tidak membuat free sex berkurang dan ataupun terpusat dalam satu tempat. Justru pelakunya makin canggih dan memanfaatkan dunia maya (internet). Hal ini, menurutnya karena faktor legalitas lokalisasi oleh pemerintah.

Oleh karena solusi satu-satunya dalam memberangus virus HIV/AIDS yaitu dengan cara memberantas akarnya. Yakni pemerintah harus berusaha membubarkan tempat prostitusi dan menstop pembagian kondom.

Penolakan hukum Islam akan memberangus mata pencaharian, menurut Kholik adalah alasan yang tidak masuk akal. Sebab, diberlakukanya syariah tidak akan membawa mafsadah (kerusakan) justru maslahah (kebaikan).

Pendapat ini juga diamini KH. Abdul Shomad. Menurut Shomad, seharusnya pemerintah jangan takut membuat kebijakan untuk membubarkan tempat prostitusi karena faktor kehidupan. Hal itu, menurutnya bukan persoalan mendasar karena pekerjaan bagi orang beriman itu masih banyak yang halal, tinggal mau berusaha. Dan situlah juga dituntut peran pemerintah dalam melakukan pemberdayaan.

Nah, pada intinya, semua ahli Fikih ini berpendapat, langkah terbaik mencegah tumbuhnya HIV/AIDS ya menjauhkan diri dari perbuatan zina dan seks bebas tadi. Bukan menfasilitasinya.

Sepele Tetapi Penting

Sepele Tetapi Penting
Oleh: eramuslim.net

Produktif seringkali diidentikkan dengan ‘kerja keras’ dan melelahkan. Tapi meningkatkan produktivitas sebenarnya juga dapat ditingkatkan dengan hal-hal sepele.Kursi yang terlalu keras, terlalu pendek atau terlalu tinggi dapat mengganggu kenyamanan dalam bekerja. Pastikan memakai kursi yang nyaman, terutama bila banyak bekerja sambil duduk.

Gunakan keyboard komputer dengan tuts yang baik dan layar komputer yang sejajar dengan mata, komputer yang berfungsi dengan baik mampu mempengaruhi kelancaran dan produktivitas. Kenyamanan dan postur tubuh yang baik saat bekerja, akan membuat pikiran menjadi lebih jernih dan mengalir.

Setiap setengah jam sekali, bangkitlah dari kursi dan tinggalkan meja kerja selama tiga hingga lima menit. Gunakan waktu tersebut untuk merenggangkan tubuh dan menyegarkan pikiran. Setelah itu, segera kembali ke meja dengan konsentrasi dan kondisi yang lebih segar.

Buatlah aturan sendiri, berapa jam anda menyelesaikan pekerjaan kantor dan kapan harus meninggalkan kantor. Taati peraturan yang anda buat tersebut, sehingga dapat bekerja lebih efisien dan tidak dikejar-kejar tenggat.

Agar lebih efisien dan efektif, tulislah daftar pekerjaan yang harus dikerjakan setiap harinya. Kemudian coretlah satu persatu begitu selesai mengerjakannya. Sehingga anda mampu bekerja secara efisien, konsisten, serta rigid.

Buang kebiasaan menulis catatan penting di sembarang kertas, persiapkan buku khusus atau agenda yang dapat dibawa setiap saat. Sehingga bila ada ide yang melintas, dapat segera dicatat. Dengan demikian, tak akan membuang waktu lagi untuk mencari.

Pastikan anda punya tempat tersendiri untuk menyimpan alat-alat kantor, mulai dari klip kertas, pulpen, spidol, dan lain sebagainya. Sehingga kala dibutuhkan, langsung tahu di mana mencarinya. Menurut beberapa survey, 75% pekerja menghabiskan waktu 15 menit setiap hari hanya untuk mencari barang yang sulit dicari.

Hal kecil memang kerap bukan prioritas utama, terlupakan, terkadang bahkan tidak dihiraukan. Kini demi produktivitas kerja, bukankah memang saatnya berubah?

Meramal Kehancuran Israel

Meramal Kehancuran Israel
Oleh: Eramuslim.net

Dan Telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar". (QS. Al-Isra [17]: 4).

AYAT INI terdapat pada surah al-Isra, 111 ayat, yang diturunkan di Makkah. Dinamakan surah 'Al-Isra' karena pada ayat pertamanya menyinggung tentang perjalanan Isra-Mi'raj nabi Muhammad saw yang belum pernah dilakukan oleh nabi-nabi sebelumnya, bahkan oleh makhluk Allah yang manapapun setelah itu.

Topik utama surah al-Isra tak terlepas dari masalah akidah seperti galibnya surah-surah 'Makiyah' lain. Surah ini juga menyinggung beberapa hal penting seputar syariat ibadah, perbaikan akhlak, etika, nilai-nilai spiritual, isyarat kosmis dan beberapa catatan sejarah. Di kesempatan ini Penulis berfokus pada masalah ayat keempat yang meramalkan kehancuran bangsa Bani Israil di muka bumi ini.

Pendapat ahli tafsir

1. Al-Maraghi menulis: yang dimaksud dengan membuat 'kerusakan dua kali' ialah pertama menentang hukum Taurat, membunuh nabi Yusya' dan memenjarakan Armia. Kedua yaitu membunuh nabi Zakaria dan bermaksud untuk membunuh nabi Isa a.s. Akibat perbuatan tersebut, Yerusalem dihancurkan.

2. Dalam "Fi Zhilal al-Quran", syekh Sayyid Quthb menjelaskan ayat tersebut: "ketetapan (yang di maksud) ialah penghabaran dari Allah mengenai sesuatu yang akan terjadi pada mereka dari sudut pandang Allah Yang Mahatahu akan sepak terjang mereka. Bukan ketetapan mandat (pemaksaan) yang timbul dari perbuatan mereka sebab Allah swt tak mungkin memberi ketetapan untuk menghancurkan seseorang dengan membinasakannya (Innallaaha laa ya'muru bil fahsyaa.... [sesungguhnya Allah tidak memerintahkan keburukan]). Allah Mahatahu apa yang akan terjadi 'dari sesuatu yang ada', sebab ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, dan 'akan adanya sesuatu' yang bakal terjadi. Kalau dikaitkan pada pengetahuan manusia, tentu sesuatu itu belum terjadi dan tidak menyingkapkan tabir. Allah swt memutuskan kepada Bani Israil melalui kitab yang diturunkan kepada nabi Musa as bahwa: mereka akan dirusak DUA KALI selama mereka di muka bumi ini. Mereka akan mengejawantahkan kesombongannya serta menguasai tanah suci. Ketika mereka sedang pongahnya merusak bumi ini, Allah mengutus salah seorang hamba pilihan-Nya untuk mensucikan kehormatan mereka dengan menghancurkan mereka sehancur-hancurnya!

3. Penulis buku Shofwat al-Bayan li Ma'ani al-Quran mengatakan: Dan Telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil artinya Kami wahyukan kepada Bani Israil dalam arti Kami ajari dan Kami beritahukan di dalam Taurat tentang dua kali kerusakan yang akan terjadi pada mereka, tepatnya di negeri Syam. Menurut mufasir ini, kerusakan yang dimaksud ada dua hal: Pertama, merubah Taurat dan tidak mau mengamalkannya, menahan dan melukai Armia ketika mengabarkan tentang nabi Muhammad SAW. Kedua membunuh nabi Zakariya as dan Yahya as.

Bebebapa Indikasi Nubuat dalam Al-Quran:

Wa Qadhaina - Dan Telah Kami tetapkan

Qadha dalam bahasa Arab artinya menghukum, memerintahkan atau memberitahu tentang sesuatu ketetapan dan memutuskannya. Maksudnya ialah memutuskan sesuatu baik secara perkataan maupun dengan perbuatan. Kadang qadha juga bermakna mencipta, memperkirakan, berkreasi dan merampungkan segala urusan. Qadha lebih khusus daripada qadar karena qadha adalah keputusan dari taqdir. Dengan kata lain qadar ialah takdir sedangkan qadha ialah memutuskan dan memastikan apa yang sudah ditakdirkan, sedangkan qadar ialah sesuatu yang belum qadha (diputuskan) maka masih bisa diharapkan lagi pembelaan dari Allah. Namun apabila sudah qadha (diputuskan) tidak akan ada lagi pembelaan dan menghindarinya.

Kata kerja qadhaina pada ayat di atas bermakna ikhbar (informasi), bukan ijbar (memaksa). Tentu ini berkaitan dengan ilmu Allah swt, suatu ilmu yang syumuli (mahaluas) dan meliputi segala segalanya: baik yang lalu, masa kini, maupun masa yang akan datang. Semua itu milik-Nya, dan karenanya segala bentuk waktu tadi di mata Allah selalu "sedang terjadi" sebab sang waktu adalah ciptaan-Nya sendiri. Sang Khaliq meliputi semua makhluk-Nya. Sedangkan semua ciptaan-Nya, termasuk manusia yang lemah tiada berdaya, tak akan mampu memberi batasan sang Khaliq. Masa depan dalam sudut pandang (ilmu) manusia ialah sesuatu yang belum pernah terjadi, sedangkan menurut ilmu Allah ia "ada" dan memang "nyata". Karena ia ada dan nyata, maka tak heran jika Allah mengetahui pasti bahwa Bani Israil akan binasa di muka bumi... bahkan dua kali! Mereka mengimplementasikan segala kesombongannya itu pada bangsa-bangsa lain di muka bumi ini, wabilkhusus "tanah suci" Palestina. Ketika mereka sudah benar-benar mencapai puncak keserakahan, Allah swt akan "mengutus" seorang hamba pilihan-Nya yang akan menaklukkan, menghancurkan dan menghinakan mereka selamanya.

..."Kepada Bani Israil"

Israil adalah Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim. Tiga rentetan nama ini semuanya nabi-nabi Allah yang diutus ke muka bumi. Arti nama Israil ialah 'hamba Allah', namun tidak diketahui pasti sejarahnya selain fakta yang menunjukkan bahwa ia dilahirkan di masa kakeknya masih hidup, yaitu Ibrahim alaihissalam. Beliau (Israil alias nabi Ya'qub) meninggal dunia di Mesir di samping anaknya yaitu Yusuf as. Beliau disebut Abul Asbath 'Bapak Sabath', dan dari sinilah kemudian anak-cucunya disebut Banu atau Bani Israil. Israil, nama lain dari Ya'qub, menetap di negara Mesir selama 24 tahun. Sebelum meninggal, ia sempat berwasiat kepada anaknya, Yusuf as, agar ia dikebumikan di samping ayahnya, Ishaq as. Yusuf memenuhi amanat tersebut: beberapa saat setelah Ya'qub wafat, ia langsung memboyong orang tuanya di dalam peti ke tanah Palestina, di samping pusara kakeknya.

Beberapa kalangan menyebut bahwa Yahudi sekarang merupakan keturunan nabi Ya'qub. Padahal Yahudi -sama seperti agama-agama sebelumnya- terdiri dari para pemeluk yang berasal dari ras, suku, etnis, budaya dan bangsa-bangsa lain yang ada di jagat ini. Ada pula yang mengklaim kemurnian darah Yahudi dari percampuran darah lain, klaim dusta dan isapan jempol belaka. Tuduhan-tuduhan tersebut dapat disangkal dengan mudah oleh ilmu genetika. Kehadiran keturuan-keturunan Yahudi dari berbagai suku, bangsa dan ras pada saat ini adalah bukti tentang keragaman usal-usul Yahudi yang heterogen.

Terbukti bahwa Yahudi Khazar (Yahudi Rusia dan Eropa Timur) sudah mencapai 92% Yahudi dunia. Khazar ialah bangsa pagan kuno yang akar sejarahnya dimulai dari Turki, Mongol, dan Tatar yang hidup di wilayah antara lembah Folga dan lembah Danob, laut hitam dan laut Qazwin, dan tak ada kaitannya dengan bangsa Arab ataupun asal-usul semitis. Bangsa ini hidup di dua abad, yaitu abad ke-2 dan abad ke-10 M di kerajaan pagan sekitar laut Qazwin yang dikenal dengan nama kerajaan Khazar. Jalannya memecah Eropa Timur melalui serangkaian perang yang berlangsung berabad-abad.

Pada pertengahan abad 8 M (tepatnya tahun 740 M) para pendeta Yahudi datang ke kerajaan Khazar menawarkan sesuatu. Mereka meminta kepada raja Khazar yang kala itu bernama raja Bulan untuk menerima Yahudi sebagai agamanya. Tak lama akhirnya Bulan masuk agama Yahudi. Seiring dengan masuknya sang raja ke dalam agama Yahudi, kerajaan itu memaksa seluruh penduduknya untuk beragama Yahudi pula. Sejak saat itu agama Yahudi resmi sebagai agama kerajaan.

Di abad-10 M imperium Rusia tetap bertahan dari invasi kerajaan Khazar yang terus memborbardir negara itu. Namun sebagian besar penduduknya berevakuasi ke negara-negara Eropa Timur. Sebagian diantaranya pergi ke Eropa Barat, Amerika dan Amerika Latin. Memang masih ada yang bertahan di sana, namun mereka hanyalah representasi Yahudi imperium kaisar Rusia. Mereka inilah yang kemudian disebut dengan nama Eskanazim (Saknag) alias "Yahudi Eropa Timur". (Detail sejarah tersebut bisa dibaca pada literatur berikut: [1]. Dunlop, DM 1954; The History of Jewish Khazars, Princeton University Press. [2]. Koestler, Arthur; The Khazars: The Thirteenth Tribe, Its Heritage and Its Empire).

Sedangkan Yahudi non-Khazar kurang dari 8% dari populasi Yahudi dunia saat ini. Mereka adalah Yahudi Asia-Afrika dan negara-negara Andalusia yang dikenal dengan sebutan Esaradim (Sparadim). Ini bukti lain dari sanggahan terhadap satu klaim bahwa Yahudi terhindar dari percampuran darah dengan ras-ras lain di luar darah aslinya. Juga, bukti yang memperkuat kegagalan suatu teori bahwa Yahudi berkaitan langsung dengan nabi yang mulia, Ya'qub alaihissalam. Satu tuduhan yang tentu saja ditentang ilmu genetika, terlebih lagi ilmu sejarah.

Paparan ini bisa menjelaskan lebih jauh bahwa ungkapan Bani Israil (anak-anak Israil) dalam al-Quran bukanlah ungkapan rasis, karena al-Quran hanya menegaskan kesatuan bangsa manusia dan merefer satu unifikasi umat manusia itu pada satu ayah. Di sini kitab suci hanya menyebut satu komunitas yang memiliki tingkat keegoan tinggi yang dengan lancang selalu menyebut keyakinan yang salah bahwa hanya mereka bangsa yang terpilih, anak-anak dan kekasih-Nya sedangkan makhluk-makhluk di luar komuntiasnya laksana binatang berkepala manusia sehingga mereka layak menjadi pelayan mereka. Tuhan, kata mereka, adalah Tuhannya Israel dan bangsa Israel saja. Sedangkan di luar mereka, tidak memiliki Tuhan sama sekali. Dengan dalih itulah mereka menghalalkan apa saja: darah, kehormatan, harta dan tanah milik orang lain. Mereka halalkan apa saja, sebab itu merupakan bentuk taqarub mereka kepada tuhan. Padahal, ras tidak ada nilainya dalam pandangan Allah, karena yang penting adalah ketakwaan dan keimanan seseorang. Dalam pandangan Allah, orang-orang terpilih adalah orang-orang yang tetap mengikuti agama Ibrahim, tanpa memandang rasnya.

Berangkat dari perspektif rasial, Yahudi menjadi komunitas yang paling fanatikis dan intoleran terhadap orang lain di luar bangsanya. Al-Quran sendiri menyebut rentetan kepribadian, spesifikasi, ataupun unsur-unsur kejiwaan mereka yang semuanya membentuk frame pribadi yang despotis, arogan, pongah, angkuh, berkepala batu, merasa paling 'super' dibanding yang lain, hingga tak ragu bertindak lalim dan barbarian. Jangan lupa, mereka juga paling piawai berkhianat, melanggar janji atau kesepakatan, selalu iri pada pihak lain, dengki terhadap keberhasilan negara lain, dan selalu memaksakan diri berbuat onar di muka bumi. Track record kaum Yahudi juga tercatat abadi sebagai kaum penyebar kemungkaran, penghancur nilai-nilai moral dan norma masyarakat. Contoh kongkritnya adalah wujudnya serangkaian pembunuhan yang mereka lakukan terhadap para nabi, atau sesama mereka sendiri. Watak asli Yahudi tak pernah berhenti hingga kini: mereka tak pernah sungkan melakukan fitnah dan makar yang akhirnya menyulut api perang di dunia ini. Yahudi yang berdarah-darah di sepanjang sejarah tak pernah menyurutkan niat untuk mencapai perubahan. Mereka akan tetap menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya, termasuk memberangus umat manusia, sebab -menurut mereka- "kami adalah bangsa pilihan Tuhan, anak-anak Tuhan, kekasih Tuhan." Kesombongan yang luar biasa. Karena itu Allah berfirman: Dan Telah kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar".

Kamu akan Membuat Kerusakan di Muka Bumi ini Dua Kali!

Pendapat yang paling otentik menyebut bahwa dua kali kerusakan yang dimaksud tentunya perlakuan yang terkotor dan yang terkejam diantara kejahatan-kejahatan lain yang pernah mereka lakukan sepanjang sejarah. Pendapat ini beralasan bahwa berbuat onar merupakan bagian yang terpisahkan dari mainframe psikologis mereka. Karena itu pada ayat selanjutnya al-Quran menyebut: "dan sekiranya kamu kembali kepada (kedurhakaan) niscaya Kami kembali (mengazabmu) dan Kami jadikan neraka Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman." (QS. Al-Isra [17]: 8).

Awal pengrusakan yang paling fatal dilakukan kaum Bani Israil --menurut kalangan ahli tafsir--, ialah saat mereka berada di Madinah. Ketika itu mereka kembali menghadap Rasul dan menolak dakwahnya. Mereka sempat melobi Rasulullah, lalu kemudian membatalkan secara sepihak seluruh kesepakatan yang dibuat bersama. Sejalan dengan pengkhianatan tersebut, mereka bekerjasama dengan kaum pagan untuk mengagitasi Rasulullah saw. Tak hanya itu, mereka bahkan berusaha meracuni dan membunuh Rasulullah saw, namun berkat pertolongan-Nya usaha mereka tidak berhasil. Kendatipun demikian, pengkhianatan demi pengkhianatan yang dilakukan Yahudi Bani Qainuqa, Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Yahudi Khaibar tetap berlangsung. Lalu Rasulullah memerintahkan agar mereka disingkirkan secara total dari jazirah Arabia. Sejak saat itulah jazirah Arab steril dari Yahudi-Yahudi pembangkang.

Pengrusakan besar-besaran yang kedua yang dilakukan Yahudi dimulai di bumi Palestina, tepatnya di tahun 1649. Saat itu mereka mendirikan gerakan Zionis di Inggeris yang menyerukan para penganut Yahudi untuk berpulang ke tanah Palestina setelah dikucilkan selama 1600 tahun. Oleh karena itu mereka mulai menghimpun action-plan berupa menghancurkan negara khilafah islamiyah yang saat itu tengah berjaya. Rencana tersebut terlaksana, khilafah Islam itu dipecah melalui serangkaian perang yang berkecamuk tanpa henti. Negara-negara yang semula bersistem khilafah itu dipenggal menjadi 75 negara dan negara-negara kecil. Lalu di tangan Barat negara-negara itu dikapling dan dijajah satu persatu. Di tahun 1799 mereka menyerukan imigrasi ke Palestina dan bermukim di tanah milik Palestina tahun 1854 melalui tekanan negara-negara Barat. Kemudian mereka mendirikan Persatuan Israel Dunia di Perancis tahun 1860. Di tengah-tengah cengkeraman penjajah di tanah Arab, mulailah eksodus besar-besaran kaum Yahudi ke tanah Palestina.

Lalu di tahun 1895 seorang Yahudi berkelahiran Austria, Hertzel menerbitkan sebuah buku "Jews State" dan menggelar Konferensi Zionis pertama di tahun 1897. Konferensi selanjutnya masih terus digelar hingga kini. Melalui konferensi tersebut, Yahudi berhasil menyulut Perang Dunia I dan II sehingga Inggeris mendeklarasikan Perjanjian Balfoure di tahun 1917 dan menggagas Revolusi Komunis di Rusia pada tahun yang sama.

Melalui mandat Inggeris, rencana pendudukan Yahudi dunia di tanah suci Palestina berjalan mulus. Kesemuanya merupakan konspirasi global Yahudi di seluruh dunia baik tersembunyi atau terang-terangan. Lalu di tahun 1924 negara khilafah islamiyah benar-benar berakhir. Seiring dengan keruntuhan itu, empat tahun kemudian kaum Yahudi mendirikan negara Zionis dengan pongahnya. Empat kali perang berkecamuk sengit dengan korban sipil tak berdosa melalui pembantaian yang tak berperikemanusiaan. Perang tersebut menimbulkan kerusakan besar di wilayah itu sehingga keadaannya menjadi lebih kacau daripada berpuluh-puluh tahun sebelumnya.

Tekanan internasional terhadap bumi Palestina terus berlangsung, dan fakta seakan menerima adanya spesies zionis asing di jantung wilayah Arab tersebut. Makhluk-makhluk berdarah zionis tersebut terus tumbuh secara militer hingga menjadi sel kanker yang mengancam kehancuran seluruh tubuh wilayah itu. Apa yang terjadi di bumi Palestina sepanjang abad, dan realisasi operasi militer di akhir Juli 2006 berupa penyerangan membabi buta terhadap negara berdaulat Libanon tanpa mengindahkan kecaman dunia internasional, merupakan bukti keserakahan, kesombongan, kepongahan dan sikap arogan yang sangat terlalu. Sekali lagi nubuat (ramalam) al-Quran yang terekam 1400 tahun terbukti lagi:

Dan Telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar". Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana. Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar. Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri. Dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. (QS. Al-Isra [17]: 4-8).

Ayat ini turun lebih dari 14 abad yang lalu, akan tetapi kepongahan, keangkuhan dan tindakan babarian Israel di jantung wilayah Arab hari ini dan seterusnya akan mereka lakukan tanpa akhir. Kekurangajaran militer Israel dan perasaan tinggi hati dengan serangkaian penghancuran masal terhadap infrastruktur di beberapa tempat di Palestina dan Libanon merupakan saksi paling akurat akan keberanan al-Quran. Dengan demikian, janji Allah sudah benar-benar dekat: dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya (QS. Yusuf [12]: 21). Wallahu a'lam.